Kenapa Corona ke Singapura Seperti Lagu Afgan: Sadis!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 October 2020 11:33
Singapore (AP/Ee Ming Toh)
Patung Merlion di Sngapura (AP/Ee Ming Toh)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sangat memukul perekonomian negara tetangga, Singapura. Ekonomi Negeri Singa sampai jatuh ke titik terendah sepanjang sejarah.

Pada kuartal II-2020, output ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura menyusut 13,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Ini adalah kontraksi terdalam sepanjang sejarah modern Singapura.

Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Singapura sudah terkontraksi 0,3% YoY. Kontraksi dua kuartal beruntun adalah definisi resesi.

Kali terakhir Singapura mengalami resesi adalah pada 2009 akibat krisis keuangan global. Namun resesi kali ini jauh lebih parah, PDB sampai jatuh ke titik nadir.

Untuk keseluruhan 2020, Kementerian Industri dan Perdagangan memperkirakan ekonomi Singapura mengalami kontraksi 5-7%. Lagi-lagi, ini adalah yang terparah sepanjang sejarah.

Dampak pandemi virus corona terhadap perekonomian dirasakan oleh seluruh negara, tidak terkecuali Indonesia. Namun tingkat keparahannya berbeda, 'luka' yang dialami Singapura lebih dalam ketimbang Indonesia.

Padahal Singapura dan Indonesia sama-sama menerapkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Di Singapura disebut Circuit Breaker (CB), di Indonesia namanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kalau sama-sama menerapkan social distancing, mengapa kontraksi ekonomi Singapura lebih dalam dibandingkan Indonesia?

Jawabannya adalah faktor eksternal. Singapura adalah negara pedagang, ekonominya sangat bergantung kepada perdagangan internasional.

Sumbangan ekspor dalam pembentukan PDB di Singapura lebih dari 100%. Jadi kalau ekspor tumbang, maka jatuhlah ekonomi secara keseluruhan.

Sementara Indonesia adalah negara konsumen, sebagian besar PDB disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga. Peranan ekspor dalam pembentukan PDB hanya belasan persen.

Social distancing yang diterapkan di hampir seluruh negara membuat permintaan global anjlok. Ini terlihat dari arus perdagangan yang lebih sepi.

Rata-rata indeks Baltik yang mengukur arus perdagangan dunia sejak akhir 2019 hingga 9 Oktober 2020 (year-to-date) adalah 1.001,96. Turun dibandinkgan periode yang sama pada 2019 yaitu 1.303,46. Padahal tahun lalu kinerja perdagangan dunia juga turun gara-gara perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan volume perdagangan global tahun ini mengalami kontraksi 9,2%. Jauh memburuk dibandingkan 2019 yang -0,1%.

"Volume perdagangan global mungkin bisa bangkit dan tumbuh 7,2% pada 2021. Namun risiko ke bawah (downside risk) masih akan mendominasu, terutama jika terjadi lonjakan kasus corona dalam beberapa bulan ke depan," sebut keterangan tertulis WTO.

Sepanjang perdagangan dunia belum pulih, maka akan sulit bagi Singapura untuk mencapai pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Minimnya peranan ekspor dalam pembentukan PDB di Indonesia ternyata menjadi blessing in disguise. Ini ternyata membuat kejatuhan ekonomi Tanah Air tidak parah-parah amat, setidaknya tidak separah Singapura.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular