
Restoran Berdarah-Darah, PSBB Transisi Anies Bikin Gairah

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi hingga 25 Oktober 2020. Salah satu poin yang diatur adalah kelonggaran bagi beberapa sektor usaha. Termasuk di antaranya adalah restoran, cafe atau rumah makan yang diperbolehkan buka hingga pukul 21.00 WIB. Sehingga ada titik cerah, restoran yang selama jualan di pinggir jalan bisa kembali ke gerai mereka.
Berdasarkan dokumen ketentuan baru PSBB Transisi DKI, yang dikutip Senin (12/10/2020), dine in atau makan ditempat diperbolehkan dari pukul 06.00 WIB hingga 21.00 WIB. Ini lebih longgar dari PSBB sebelumnya yang hanya boleh take away atau makanan yang dibawa pulang.
Namun, Anies memberlakukan pengetatan protokol Kesehatan tambahan untuk bisa menerapkan sistem dine in di semua restoran hingga cafe di Jakarta.
1. Maksimal pengunjung hanya boleh 50%
2. Jarak antar meja dan kursi minimal 1,5 meter, kecuali satu domisili
3. Pengunjung dilarang berpindah-pindah atau berlalu-lalang
4. Alat makan disterilisasi secara rutin
5. Restoran yang memiliki izin TDUP live music/pub dapat menyelenggarakan live music dengan pengunjung duduk di kursi berjarak, tidak berdiri, serta tidak menimbulkan kerumunan
6. Pelayan memakai masker, face shield, dan sarung tangan.
Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Krishnadi Kartawidjaja menyambut baik kebijakan Anies tersebut.
"Bagus. Kita semua menyambut ini dengan gembira. Berarti orang diperbolehkan makan di resto, cafe, mall, atau resto yang di hotel," katanya kepada CNBC Indonesia.
Pihaknya juga mengaku, baru saja mengeluarkan edaran, yang intinya meminta semua pihak untuk bertanggung jawab atas peraturan yang baru saja berlaku ini. Selanjutnya terkait dengan sanksi berupa denda, hal itu dianggap wajar.
"Ya memang kalau sanksi mesti ada angka atau ditutup, lalu desinfektan. Denda rupiah juga. Semua dijalankan dengan serius," tegasnya.
Hal ini memang jadi titik cerah bagi bisnis restoran terutama di DKI Jakarta, yang sudah berdarah-darah terdampak penerapan PSBB. Berikut keluhan pengusaha restoran sebelum ada keputusan PSBB Transisi.
Bisnis restoran termasuk yang paling parah kena dampak PSBB jilid II di DKI Jakarta. Pengelola yang membuka gerai di mal-mal sudah tak kuat beroperasi, mereka memilih untuk menutup total usahanya.
Sebelum ada keputusan PSBB transisi di DKI Jakarta, Wakil Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran Emil Arifin sempat memperkirakan banyak restoran yang saat ini tutup sementara tidak lama lagi harus tutup permanen dalam beberapa bulan ke depan. Penyebabnya adalah tidak diizinkannya aturan makan di tempat atau dine-in, juga perkiraan bakal bertambah lamanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat.
"Yang masih bertahan sekalipun berpikir untuk tutup. Karena daripada buka tapi hanya boleh take away, mending tutup sekalian. Dan yang tutup permanen saya perkirakan mungkin di November-Desember tutup itu sekitar 30-40%, dan itu di mal saja," kata Emil kepada CNBC Indonesia.
Adapun saat ini diperkirakan jumlah restoran yang berlokasi di Mal-Mal Jakarta sekitar 4.000-an tempat usaha. Sekitar 1.500 di antaranya berpotensi tutup permanen. Hal ini bakal membuat operasional pusat perbelanjaan makin sepi. Pasalnya, sebagian besar tenant yang mengisi di mal berasal dari restoran.
Untuk bisa bangkit kembali, Emil menyebut perlu ada aksi korporasi bagi pengelola restoran seperti tambahan modal sangat diperlukan bagi para pemegang saham. Meski demikian, hal itu sangat sulit terjadi dalam waktu dekat, apalagi di tengah bisnis restoran yang kian tidak menentu. Calon investor atau pemegang saham bakal berpikir panjang.
Saat PSBB Transisi di DKI Jakarta saat ini, pusat perbelanjaan diboleh beroperasi lebih lama sampai pukul 21.00. Namun, sebelum adanya PSBB transisi, pengusaha mal sempat tak gairah, apalagi ada rencana restoran-restoran yang bisnisnya sedang berdarah-darah mau angkat kaki dari mal.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja sempat mengonfirmasi banyak gerai restoran yang bakal angkat kaki dari pusat perbelanjaan.
Penyebabnya karena pelaku usaha sudah tidak lagi mampu untuk membayar berbagai biaya operasional yang ada. Padahal, sebelumnya gerai restoran lebih memilih hanya menutup sementara.
"Saat ini sudah ada cukup banyak yang memilih untuk tutup secara permanen karena sudah kehabisan kemampuan untuk bertahan. Diperkirakan sampai dengan akhir tahun nanti akan ada sekitar 20% yang tidak bisa beroperasi kembali atau tutup secara permanen," kata Alponsus kepada CNBC Indonesia, Jumat (9/10).
Semakin banyak gerai restoran yang pergi, maka pengelola pusat perbelanjaan pun makin terjepit. Padahal pengelola mal membutuhkan pemasukan dari berbagai tenant yang ada. Memang ada pemotongan biaya sewa. Namun itu tidak bisa terus menerus dilakukan. Gerai restoran yang menjadi tenant mayoritas sedang tidak dalam kondisi normal saat ini. Adanya PSBB transisi saat ini memang bisa jadi titik cerah bagi bisnis restoran dan mal.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rugi Rp 1 T, Bisnis Restoran Hancur-Hancuran