Mohon Dipahami, UU Ciptaker Alat Untuk Perbaiki Ekonomi RI

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
09 October 2020 14:02
Khen Srey Touch, 27, who is nine months pregnant, sews shoes at work at Complete Honour Footwear Industrial, a footwear factory owned by a Taiwan company, in Kampong Speu, Cambodia, July 5, 2018. Khen Srey Touch works 10 hours a day, six days a week and earns $240 a month.
Foto: REUTERS/Ann Wang

Jakarta, CNBC Indonesia- Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja yang baru saja disetujui DPR mengundang banyak pro dan kontra di masyarakat. Omnibus Law Cipta Kerja ini sebenarnya merupakan alat untuk memperbaiki ekonomi yang hasilnya bisa dilihat dalam jangka panjang.

Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta Karuniana Dianta A. Sebayang mengatakan dalam undang-undang ini sebenarnya tidak diatur detail, seperti UU Tenaga Kerja yang sudah ada sebelumnya. Jika memang ada yang tidak sepakat atapun melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan berdampak negatif pada kesejahteraan rakyat maka dapat membawa UU ini ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan judicial review.

"Selain itu, jarang kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang terjadi dengan landasannya undang-undang. Biasanya peraturan menteri atau PP, jadi UU ini tidak langsung bisa diimplementasikan. Makanya harus menunggu dulu adanya PP karena UU biasanya sifatnya masih abstrak dan tidak detail," kata Dianta saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (09/10/2020).

Dia mengakui yang jelas tertera dalam UU Omnibus law ini adalah berkurangnya pesangon. Untuk itu menurutnya turunan UU dan jika ada judicial review harus jalan berbarengan, dan masyarakat bisa mengawalnya. Sehingga bagian-bagian yang belum spesifik disebutkan hasilnya tidak merugikan masyarakat.

"Kalau yang tidak disebut masih harus menunggu. Tetapi kalau cuti hamil dan cuti haid saya pikir harusnya tetap ada karena 40% pekerja kita perempuan, sehingga harus tetap ada," kata dia.

"Jadi semua yang punya persepsi buruk ayo perbaiki di PP dan saya mengajak semua stake holder, karena konflik langsung yang mengalami nanntinya pengusaha dan buruh," tambahnya.

Selain itu Omnibus law ini kan mempermudah usaha, tapi menurutnya harus dilihat lagi siapa yang mau membuka usaha, karena lulusan SMA, SMK, hingga perguruan tinggi kebanyakan menjadi buruh atau karyawan. Yang usaha sendiri kebanyakan menurutnya justru yang tidak sekolah tinggi dan memiliki usaha mikro. Apalagi sebagian besar ekosistem ekonomi Indonesia adalah pengusaha mikro, bukan langsung pengusaha besar.

"Jadi harus lebih digalakan sebenarnya adalah agar orang-orang lulusan pendidikan yang tinggi menjadi entrepreneur atau self employment (pekerja mandiri)," kata Dianta.

Sebelumnya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan perihal RUU Cipta Kerja itu adalah sebuah proses pembentukan hukum. Di dalam pembahasan atau pun persetujuan undang-undang, wajar jika ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Dan apabila ada proses lain yang bisa ditempuh yaitu proses judicial review.

"Judicial review ini dijamin oleh Undang-Undang sehingga itu bisa diproses melalui Mahkamah konstitusi, sehingga kita tidak perlu untuk saling memaksakan pendapat apalagi ini sudah berproses di DPR," kata Airlangga.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Daripada Demo Rusuh, Ayo Kawal Turunan UU Ciptaker

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular