Membongkar 'Warning' Bank Dunia Soal Omnibus Law, Ngeri!

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
09 October 2020 10:22
Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto (Youtube BNPB Indonesia)Aksi massa demo tolak Omnibuslaw berujung ricuh di kawasan Harmoni Jakarta, Kamis (8/10/2020). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - RUU Omnibus Law Cipta Kerja siap menjelma menjadi UU.

Pro dan kontra muncul. Kalangan buruh menolak keras poin-poin ketenagakerjaan. Sementara aktivis lingkungan hidup juga menolak karena ada beberapa hal krusial yang dinilai tidak mengindahkan sumber daya alam.

Lalu sebenarnya bagaimana persepsi investor bahkan lembaga internasional tentang keberadaan UU ini.

Bank Dunia misalnya, dalam laporan "PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA" Jalan Panjang Pemulihan Ekonomi Juli 2020 tersirat dua hal. Yakni, positifnya dari keberadaan Omnibus Law Cipta Kerja namun jangan kesampingkan juga hal negatifnya.

Dalam laporan setebal 88 halaman tersebut, CNBC Indonesia, Jumat (9/10/2020) merangkumnya kembali. 

Berikut hal positif dan negatif yang menjadi catatan Bank Dunia.

Mulai dari Catatan Positif Bank Dunia (HALAMAN SELANJUTNYA NEXT)

Konteks yang tidak pasti yang akan mendominasi prospek perekonomian menggarisbawahi pentingnya untuk mendorong lingkungan yang kondusif secara permanen untuk investasi, perdagangan, dan inovasi. RUU Omnibus untuk Penciptaan Lapangan Kerja adalah langkah potensial ke arah yang benar.

Menurut Bank Dunia, RUU tersebut, yang [kala itu] sedang dibahas di DPR, bertujuan untuk merevisi 79 undang-undang dengan tujuan menarik investasi dan merangsang daya saing perusahaan di Indonesia. RUU ini memiliki potensi untuk mendukung pemulihan pasca-COVID-19 dalam waktu dekat, seraya menetapkan fondasi untuk pertumbuhan jangka panjang yang lebih cepat.

Sejumlah langkah tindakan berikut ini sangat disambut:

RUU ini akan memberi isyarat kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis dengan menghapus pembatasan investasi, termasuk praktik diskriminatif terhadap investor asing dalam undang-undang sektoral. Penghapusan batasan bagi modal asing dapat memicu tambahan investasi sebesar USD 6,8 miliar.



RUU ini akan meningkatkan lingkungan perdagangan dan meningkatkan partisipasi perusahaan-perusahaan lokal dalam rantai nilai global yang bergantung pada impor dan ekspor. Memberlakukan pendekatan berbasis risiko untuk perizinan impor dan ekspor dapat mengurangi biaya dan ketidakpastian perdagangan.

Analisis Bank Dunia menunjukkan bahwa surat rekomendasi untuk mendapatkan setiap perizinan impor menelan biaya sebesar 6 sen untuk setiap dolar nilai impor. Memindahkan otoritas untuk perizinan terkait perdagangan dari kementerian sektoral ke Pemerintah Pusat akan mengurangi diskresi kementerian dan peluang korupsi.



Menghilangkan proses penunjukan dari Menteri kepada lembaga-lembaga terakreditasi untuk melakukan penilaian kesesuaian dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat mempercepat dan mengurangi ketidakpastian proses sertifikasi SNI.Proses sertifikasi SNI diperkirakan akan meningkatkan biaya masukan untuk bisnis sebesar 21 persen

LANJUT KE CATATAN NEGATIF BANK DUNIA (HALAMAN SELANJUTNYA NEXT)

Namun demikian, menurut Bank Dunia RUU ini juga mengusulkan reformasi yang dapat mengakibatkan dampak buruk, terutama dalam lingkungan ekonomi saat ini. Misalnya, usulan di dalam RUU ini mengenai relaksasi persyaratan untuk perlindungan lingkungan hidup akan merusak kekayaan sumber daya alam yang sangat penting bagi mata pencaharian banyak orang dan dapat berdampak negatif terhadap investasi.

Upaya Pemerintah di bidang ini ditargetkan untuk mengurangi penundaan. Namun demikian, penyebab keterlambatan dan ketidakpastian untuk mendapatkan izin lingkungan hidup adalah proses yang rumit dan pelaksanaannya yang sewenang-wenang dan korup, daripada perlindungan yang termaktub di dalam Undang-Undang Lingkungan hidup (2009).

Selain itu, RUU ini menghapus prinsip keselamatan dari beberapa undang-undang yang mengatur perizinan kegiatan dan produk-produk yang berisiko tinggi, seperti obat-obatan, rumah sakit, dan konstruksi bangunan, dan tidak lagi menganggapnya sebagai risiko yang tinggi. Selanjutnya, beberapa revisi di dalam RUU ini yang diusulkan untuk UU Ketenagakerjaan dapat mengurangi perlindungan bagi para pekerja.

Usulan pembebasan dari kepatuhan terhadap upah minimum yang meluas dan reformasi untuk menghapuskan pembayaran pesangon tanpa adanya usulan yang sepenuhnya disempurnakan untuk tunjangan pengangguran yang efektif dan skema asuransi, dapat melemahkan perlindungan bagi para pekerja dan meningkatkan ketimpangan pendapatan.

Ini khususnya bermasalah pada saat pengangguran meningkat karena krisis COVID-19. Pada saat yang sama, reformasi undang-undang ketenagakerjaan kurang penting dibandingkan reformasi perdagangan dan investasi untuk merangsang investasi baru.

Peraturan perundang-undangan dan kebijakan terbaru lainnya, dari pertambangan hingga pertanian, juga berisiko menimbulkan dampak negatif limpahan aktivitas ekonomi (spillover) bagi masyarakat.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular