Beri Banyak Catatan, Benarkah Omnibus Law Ditolak Bank Dunia?

Herdaru, CNBC Indonesia
09 October 2020 09:57
Bank Dunia
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Inisiasi Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam membuat RUU Omnibus Law Cipta Kerja sudah dapat dukungan penuh DPR. RUU tersebut diketok dan siap menjelma menjadi UU.

Pro dan kontra muncul. Kalangan buruh menolak keras poin-poin ketenagakerjaan. Sementara aktivis lingkungan hidup juga menolak karena ada beberapa hal krusial yang dinilai tidak mengindahkan sumber daya alam.

Alhasil, banyak yang mencoba menarik kembali ke belakang bagaimana persepsi investor bahkan lembaga internasional tentang keberadaan UU ini.

Bank Dunia (The World Bank) misalnya, melalui RUU Omnibus Law Ciptaker, sebenarnya bisa membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk bisa bangkit kembali. Karena di masa krisis, perusahaan akan memerlukan dukungan untuk memulai kembali bisnisnya dan memperluas produksi.



Bank DuniaFoto: Reuters



"Sementara kondisinya perlu ada yang memfasilitasi masuknya perusahaan baru, ini termasuk mengatasi investasi jangka panjang. Pemerintah bisa mengatasi masalah tersebut lewat RUU Omnibus Law Ciptaker," ujar Bank Dunia dalam laporannya bertajuk Indonesia Economic Prospects, dikutip CNBC Indonesia yang diterbitkan Juli 2020.


Menurut Bank Dunia, RUU Ciptaker saat ini memiliki potensi untuk mendukung pemulihan pasca covid-19 dalam waktu dekat, sembari pemerintah menetapkan fondasi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang lebih cepat.

Bank Dunia merinci, Omnibus Law Ciptaker bisa memberikan sinyal kepada pengusaha dunia bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis dengan menghapus pembatasan investasi, termasuk praktik diskriminatif terhadap investor asing dalam undang-undang sektoral.



"Penghapusan batas ekuitas asing dapat memicu tambahan investasi US$ 6,8 miliar. RUU ini akan meningkatkan lingkungan perdagangan dan meningkatkan partisipasi perusahaan lokal dalam rantai nilai global yang bergantung pada impor-ke-ekspor," jelas Bank Dunia.


Bisa Merugikan


Kendati demikian, Bank Dunia menyebut bahwa RUU Omnibus Law bisa merugikan, terutama di Indonesia dalam hal sumber daya alam.

Pasalnya, di dalam RUU Omnibus Law Ciptaker, merelaksasi persyaratan untuk perlindungan lingkungan yang bisa merusak aset alam, yang saat ini sumber daya alam merupakan sebagai mata pencaharian banyak masyarakat dan tentu ini berdampak negatif pada investasi.



"Upaya pemerintah di bidang ini ditargetkan untuk mengurangi keterlambatan izin investasi. Namun, penyebab keterlambatan dan ketidakpastian saat memperoleh izin lingkungan adalah proses yang rumit dan implementasi yang sewenang-wenang dan korup," tulis Bank Dunia.



Selain itu, RUU menghapus prinsip keselamatan dari beberapa undang-undang yang mengatur perizinan kegiatan berisiko tinggi dan produk, seperti obat-obatan, rumah sakit, dan konstruksi bangunan, dan tidak lagi menganggapnya sebagai risiko tinggi.

Beberapa pasal RUU Omnibus Law Ciptaker yang diusulkan dari UU Ketenagakerjaan, dapat mengurangi perlindungan para pekerja.



Misalnya saja, adanya usulan pembebasan luas dari kepatuhan upah minimum dan reformasi untuk menghapuskan pembayaran pesangon tanpa proposal yang lengkap untuk tunjangan pengangguran yang efektif dan skema asuransi.



"Hal itu dapat melemahkan perlindungan pekerja dan meningkatkan ketimpangan pendapatan. Ini khususnya bermasalah pada saat pengangguran meningkat karena krisis covid-19."



Masih di dalam RUU Omnibus Law Ciptaker, reformasi hukum ketenagakerjaan tampak dinilai kurang penting oleh pemerintah, dan lebih mengedepankan pada reformasi perdagangan dan investasi untuk stimulasi investasi baru.



"Undang-undang dan kebijakan terbaru lainnya, dari penambangan hingga pertanian, juga berisiko menimbulkan efek spillover negatif bagi masyarakat," jelas Bank Dunia.




(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berat... Pemulihan Ekonomi RI Tak akan Merata di 2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular