Potensi Tsunami, BMKG: Ada Alat Peringatan Dini yang Rusak

dob, CNBC Indonesia
08 October 2020 11:14
An aerial view of the destruction caused by an earthquake and tsunami near Palu, Central Sulawesi, Indonesia October 4,  2018. REUTERS/Darren Whiteside
Foto: Pemandangan udara dari kerusakan yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami dekat Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia 4 Oktober 2018. REUTERS / Darren Whiteside

Jakarta, CNBC Indonesia- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan pihaknya menemukan sejumlah alat early warning system atau alat peringatan dini tsunami yang rusak.

Hal tersebut diketahui setelah BMKG melakukan latihan evakuasi tsunami dengan simulasi gempa bumi besar berskala magnitudo M 9,1, pada Selasa, 6 Oktober 2020.

"Pada tanggal 6 Oktober kemarin kami baru saja melaksanakan gladi evakuasi tsunami IOWave 20 yang diselenggarakan secara nasional dan internasional. Di situ teridentifikasi ternyata beberapa sirine tsunami tidak berfungsi, sementara untuk memperbaiki atau mengganti sudah tidak ada yang menyediakan suku cadangnya," tutur Dwikorita, dalam pernyataan resmi Kamis (8/10/2020).

Menurutnya, mitigasi serta peringatan dini gempabumi dan tsunami serta cuaca dan iklim ekstrem merupakan hal yang mendesak untuk dipersiapkan dan diperkuat. Masalah dan gap antara pusat dan daerah harus segera diidentifikasi untuk meningkatkan efektivitas dalam mewujudkan Zero Victims atau tidak korban jiwa.

"Ini adalah masalah teknis atau mikro tapi dampaknya bisa besar sehingga perlu koordinasi yang lebih baik antara pusat dengan daerah, antara BNPB sebagai Koordinator dengan Kepala Daerah atau BPBD," tutur Dwikorita.

Pada kesempatan tersebut, Dwikorita juga menjabarkan bahwa data monitoring kegempaan yang dilakukan BMKG, sejak tahun 2017 telah terjadi trend peningkatan aktivitas gempabumi di Indonesia dalam jumlah maupun kekuatannya. Kejadian gempabumi sebelum tahun 2017 rata-rata hanya 4000-6000 kali dalam setahun, yang dirasakan atau kekuatannya lebih dari 5 sekitar 200-an.

Namun setelah tahun 2017 jumlah kejadian itu meningkat menjadi lebih dari 7000 kali dalam setahun. Bahkan tahun 2018 tercatat sebanyak 11920 kali dan tahun 2019 sebanyak 11588 kejadian gempa.

"Ini bukan lagi peningkatan, tapi sebuah lonjakan yang cukup signifikan. Dengan data dan fakta bahwa kejadian tsunami yang terjadi di dunia sebagian besar dipicu oleh gempabumi tektonik, tentunya trend kejadian gempa yang melonjak ini juga mengakibatkan meningkatnya potensi tsunami. Sehingga perlu diperkuat kehandalan Sistem Mitigasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami, mengingat hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempabumi," jelas Dwikorita.

Lain daripada itu, fakta menunjukkan tsunami tidak hanya dipicu oleh gempabumi tektonik. Pada Desember 2018, terjadi peristiwa typical tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 yang diakibatkan oleh aktivitas gunung api di laut yang menurut statistik, kejadian tsunami tersebut sangatlah langka yaitu sebanyak 5% dari total kejadian tsunami di dunia.

Sejumlah daerah di Indonesia memiliki potensi terjadi tsunami besar hingga 20 meter bila terjadi gempa bumi besar di zona megathrust. Salah satu daerah yang berpotensi terkena adalah Pulau Jawa Bagian Selatan. Namun, kapan gempa bumi besar terjadi dan kapan tsunami terjadi belum bisa diprediksi secara akurat.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS Diguncang Gempa M 7,8 Berpotensi Tsunami

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular