
Hampir 12.000 pertahun, Kejadian Gempa Bumi di RI Melonjak

Jakarta, CNBC Indonesia- Peningkatan terjadinya gempa bumi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu alasan penting untuk langkah mitigasi dan evakuasi. Hal ini juga dapat disiapkan dengan melakukan gladi evakuasi gempa bumi, terutama sebagian besar tsunami dipicuĀ oleh gempa bumi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan sistem mitigasi gempa bumi dan tsunami perlu diperkuat. Apalagi, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa bumi.
"Jadi intinya kita harus selalu waspada dan siap apabila sewaktu-waktu terjadi gempabumi dan tsunami. Inilah yang membuat kita harus selalu berlatih agar kita terampil/ cekatan, tidak canggung, tidak panik, dan tahu apa yang harus dilakukan seandainya terjadi gempabumi dan tsunami," kata Dwikorita dalam siaran resminya, Selasa (06/10/2020).
Dia menekankan langkah mitigasi harus dilakukan mengingat terjadi lonjakan kejadian gempabumi dalam beberapa tahun terakhir. Dwikorita mengatakan kejadian gempa bumi sebelum 2017 rata-rata hanya 4000-6000 kali dalam setahun, yang dirasakan atau kekuatannya lebih dari 5 sekitar 200-an.
"Namun setelah tahun 2017 jumlah kejadian itu meningkat menjadi lebih dari 7000 kali dalam setahun. Bahkan tahun 2018 tercatat sebanyak 11.920 kali kejadian gempa. Ini namanya bukan peningkatan, tapi sebuah lonjakan," katanya.
Pada hari ini, Selasa (6/10/2020) BMKG bersama dengan 24 negara lain serentak melakukan IOWave20, latihan mitigasi dan evakuasi dalam merespons sistem peringatan dini tsunami. Kegiatan 2 tahunan ini diselenggarakan dua tahunan oleh Inter-governmental Coordination Group/ Indian Ocean Tsunami Warning Mitigation System (ICG/IOTWMS)-UNESCO.
Dwikorita menegaskan peserta yang berperan sebagai Pelaku, Fasilitator, Observer dan Tim After Action Review (AAR) adalah kunci dari kesiapsiagaan bencana tsunami di Indonesia.
"Mari berpartisipasi dalam IOwave20 untuk membangun kesiapan menghadapi tsunami di masa pandemi," kata dia.
Masyarakat diimbau harus selalu waspada dan siap apabila sewaktu-waktu terjadi gempa bumi dan tsunami. Inilah yang membuat semuanya harus selalu berlatih agar terampil, cekatan, tidak canggung, tidak panik, dan tahu apa yang harus dilakukan seandainya terjadi gempa bumi dan tsunami.
Saat ini Indonesia memiliki Sistem Informasi Gempa bumi dan Peringatan Dini Tsunami, yang telah dibangun di Indonesia sejak tahun 2008. Sistem ini memasang ratusan jaringan sensor gempa bumi yang diperkuat dengan Internet of Things (IoT), Super Computer dan Artificial Intelliget (AI), dan dilengkapi dengan Pemodelan Matematis untuk memantau kejadian gempa bumi dan memprediksi Potensi Kejadian Tsunami sebagai akibat dari gempa bumi tersebut.
Sistem Peringatan Dini ini dirancang terutama untuk mengantisipasi kejadian gempa bumi Megathrust dengan skenario waktu kedatangan tsunami dalam waktu 20 menit.
Untuk itu, latihan mitigasi dan evakuasi seperti yang dilakukan pada IOwave20 menurutnya sangat tepat untuk melatih kecepatan dan menguji kecepatan dalam merespon peringatan dini. Latihan ini sekaligus menguji keandalan sistem peringatan dini tersebut.
"Apakah WRS New Generation yang baru dipasang bisa memberikan informasi yang cepat tepat dan akurat. Apakah sirine yang dipasang di wilayah rawan gempa dan tsunami dalam kondisi yang baik. Yang paling penting, apakah petugas di pemerintah daerah misal BPBD atau Pusdalop benar-benar sudah siaga 24 jam dalam menjalankan perintah evakuasi," kata Dwikorita.
Untuk keberhasilan sistem ini dalam mencegah korban jiwa, harus kesiapan seluruh pihak baik di Pusat serta Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat dalam merespon Peringatan Dini untuk penyelamatan diri di daerah rawan perlu selalu ditingkatkan. Kesiapan ini juga dapat dibangun melalui edukasi dan pelatihan ataupun gladi evakuasi, juga penyiapan peta, jalur dan tempat evakuasi yang memadai.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada Tsunami, BMKG Kembangkan Sistem Peringatan Dini