BMKG Simulasi Tsunami & Gempa Berkekuatan M 9,1, Ada Apa?

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
06 October 2020 20:23
Cover Fokus, dalam, isi, panjang, Tsunami
Foto: Cover Topik/Tsunami/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama 24 negara menggelar kegiatan IOWave20 yang merupakan latihan mitigasi dan evakuasi dalam merespons sistem peringatan dini tsunami. Kegiatan 2 tahunan ini digelar oleh Inter-governmental Coordination Group/ Indian Ocean Tsunami Warning Mitigation System (ICG/IOTWMS)-UNESCO.

Tahun ini, IOWave20 dilaksanakan secara serentak di berbagai negara di tepi Samudera Hindia pada Selasa (6/10/2020), pukul 10.00-12.15 WIB dengan skenario kejadian gempabumi di Selatan Jawa, dengan magnitudo 9.1. Berbeda dengan tahun sebelumnya, kegiatan latihan tahun ini disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19, sehingga latihan dilaksanakan melalui virtual TTX (Table Top Exercise).

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengungkapkan bahwa seluruh rangkaian kegiatan IOWave20 dilaksanakan sesuai dengan Guideline UNESCO No.105 .

"Untuk pelaksanaan IOWave telah disepakati 3 skenario tsunami untuk IOWave20 yaitu di Sunda Trench (Indonesia), Andaman Trench (India), dan Makran Trench (Iran). Namun Indonesia hanya akan berpartisipasi dalam skenario Sunda Trench, khususnya di selatan Pulau Jawa dengan gempabumi magnitudo M9.1 dengan kedalaman 10 km", ujarnya.

Namun, mengapa latihan evakuasi ini menggunakan simulasi gempa magnitudo M9,1?

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan ada beberapa skenario dalam pemodelan tsunami. Skenario pertama jika hanya segmen Megathrust selatan Jawa Barat saja yang rupture/pecah, skenario kedua jika hanya segmen Megathrust selatan Jawa Timur saja yang pecah.

"Lalu skenario terburuknya jika kedua segmen ini pecah bersamaan bisa menghasilkan magnitudo M 9.1 dan berdasarkan pemodelan tersebut dapat menyebabkan tsunami dengan ketinggian maksimum 20 meter di selatan Jawa bagian Barat (lebih tepatnya di selatan Banten) dan 12 meter di selatan Jawa Timur, dengan ketinggian tsunami rata-rata 4.5 meter," ujarnya, kepada CNBC Indonesia. 

Adapun kesiapan Indonesia dalam menghadapi ini, menurutnya sejak tahun 2008, BMKG telah mengoperasikan Sistem Monitoring dan Peringatan Dini Tsunami untuk mengantisipasi dampak Gempa Bumi Megathrust seperti yg pernah terjadi di Aceh dengan waktu tiba gelombang tsunami ke pantai terdekat kurang lebih 20 menit.

Sistem yang dibangun tersebut, lanjutnya, dioperasikan dengan menggunakan Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligent (AI) guna menghitung secara cepat parameter gempabumi yaitu magnitudo dan lokasi hiposenter gempa bumi, yang kemudian secara otomatis dengan pemodelan matematis dapat dihitung potensi kejadian tsunaminya.

"Sehingga dapat disebarluaskan secara otomatis Info kejadian gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami melalui BNPB, BPBD, Televisi, dan berbagai moda diseminasi informasi lainnya (SMS, telpon/fax, medsos, aplikasi infoBMKG, dll) dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah gempa terjadi," ujarnya.

Informasi saja, saat pelaksanaan kegiatan IOWave20, diikuti oleh 24 Negara di Pantai Samudera Hindia, dan di Indonesia diikuti 458 peserta yang terdiri dari BNPB, BIG, Basarnas, BPPT,IOTIC UNESCO, UN-inspire, 37 UPT BMKG, 130 BPBD di 33 provinsi, media cetak, online dan elektronik, Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), akademisi, dan pihak swasta. Fasilitator dan observer berjumlah 129 orang terdiri dari BPBD dan UPT BMKG.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tsunami Jawa 20 Meter, Tak Ada Teknologi yang Bisa Melindungi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular