Cek! Upah, Cuti, Sampai PHK, Ini Perubahan di UU Ciptaker

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 October 2020 12:26
Puluhan buruh berdemo melakukan aksi long march untuk tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Cibinong, Bogor. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Puluhan buruh berdemo melakukan aksi long march untuk tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan Cibinong, Bogor. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

11. Pailit

UU Ciptaker mengubah pasal 95 UU No 13/2003 menjadi:

  • (1) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
  • (2) Upah pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya sebelum pembayaran kepada semua kreditur.
  • (3) Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.

12. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Dalam pasal 151 UU No 13/2003, disebutkan bahwa apabila PHK tidak dapat terhindarkan dan perundingan bipartit (perusaha dan pekerja) tidak menghasilan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Sementara di UU Ciptaker berubah menjadi jika perundingan bipartit tidak mendapatkan kesepakatan, maka pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai mekanisme penyelesaian hubungan industrial.

Sementara UU Ciptaker menyelipkan pasal 154A di antara pasal 154 dan 155 UU No 13/2003 yang berisi:

  • (1) Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan
  1. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan;
  2. perusahaan melakukan efisiensi;
  3. perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian;
  4. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur).
  5. perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
  6. perusahaan pailit;
  7. perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh;
  8. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
  9. pekerja/buruh mangkir;
  10. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  11. pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib;
  12. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
  13. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
  14. pekerja/buruh meninggal dunia.
  • (2) Selain alasan pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan alasan pemutusan hubungan kerja lainnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  • (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemutusan hubungan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.

13. Perselisihan Hubungan Industrial

UU Ciptaker menyelipkan pasal 157A di antara pasal 157 dan 158 UU No 13/2003 yang berbunyi:

  • (1) Selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya.
  • (2) Pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayar upah beserta hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
  • (3) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular