Perusahaan AS Ini Akan Operasikan Pembangkit Thorium di 2027

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
01 October 2020 18:25
Pembangkit listrik tenaga nuklir UEA. Ist
Foto: Pembangkit listrik tenaga nuklir UEA. Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Thorcon International Pte Ltd, perusahaan nuklir asal Amerika Serikat, berencana membangun fasilitas uji non-fisi prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Indonesia pada akhir 2021, di mana konstruksinya akan dibangun oleh PT PAL. Bila lolos uji, maka prototipe baru akan dibangun pada 2024 dan beroperasi secara komersial pada 2027-2028.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Perwakilan Thorcon Indonesia Bob S Effendi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI secara virtual pada Kamis (01/10/2020).

Dia mengatakan, saat ini Thorcon telah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi untuk melakukan persiapan dengan melakukan beberapa kajian antara lain uji kelayakan (Feasibility Study/ FS) termasuk studi tapak, kajian PSAR, survey penerimaan masyarakat dan kajian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Seluruh kajian tersebut akan dijadikan pertimbangan bagi pemerintah terhadap kelanjutan proyek ini," ujarnya kepada anggota Komisi VII DPR RI.

Dia mengatakan, bila PLTT ini beroperasi, maka Indonesia akan menerima banyak manfaat seperti menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik, berpotensi menurunkan tarif tenaga listrik, mengurangi subsidi listrik, berpotensi menggantikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara, menurunkan emisi karbon, hingga membangun industri nuklir nasional.

Menurutnya, sejak membuka kantor di Indonesia pada 2016 Thorcon serius untuk melakukan investasi membangun PLTT sebagai bagian dari pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/ IPP) di Tanah Air.

"Kami menargetkan harga jual listrik di bawah BPP nasional, bersaing dengan batu bara, yang akan diimplementasikan melalui tahapan prototipe," ujarnya.

Menurutnya, Thorcon memiliki desain yang menjawab permasalahan di sektor nuklir, biaya yang mahal dan keselamatan.

"Karena reaktor tidak bertekanan dan bahan bakar cair, maka bukan saja biaya pembangunan menjadi murah, tetapi juga memiliki sistem keselamatan yang jauh lebih tinggi di mana kejadian seperti Fukushima dijamin tidak mungkin terjadi," bebernya.

Terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT), pihaknya juga memberikan sejumlah masukan kepada anggota DPR RI. Menurutnya, menjadikan nuklir sebagai opsi terakhir tidak relevan lagi untuk saat ini.
Semangat dari RUU EBT ini menurutnya yaitu adanya transisi energi menuju Indonesia yang rendah karbon.

Dia mengatakan, di dalam naskah akademik RUU EBT, posisi nuklir sejalan dengan perspektif transisi energi. Nuklir disebutkan berperan penting di dalam industrialisasi sebagai energi yang masif dan berkelanjutan. Sebagai reaktor generasi IV memiliki keselamatan dan keekonomian lebih tinggi dibandingkan reaktor generasi dahulu.

"Komponen penting transisi energi adalah nuklir. Salah satu peran penting nuklir adalah industrialisasi yang masif dan kontinyu. Dengan adanya RUU EBT, artinya PP No.79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional tidak lagi relevan. RUU EBT menjadi pintu nuklir," paparnya.

Lebih lanjut dia mengatakan hal kurang positif terhadap perkembangan nuklir dalam RUU EBT antara lain dianggap melanggar UU No 10 Tahun 1997 tentang Ketenagalistrikan dan UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Lalu, dengan adanya BUMN Khusus yang dapat membangun PLTN, tidak sejalan dengan semangat RUU Cipta Kerja, keinginan pemerintah, dan DPR untuk membuka investasi swasta pada seluruh sektor.

"Berpotensi menjadikan nuklir dipolitisasi dengan adanya persetujuan DPR (dalam draft September), tadinya hanya konsultasi (draft Juli). Tidak mengatakan nuklir sebagai bagian dari transisi energi sebagaimana ditulis di dalam naskah akademik," ungkapnya.

Menurutnya beberapa aspek penting di dalam naskah akademik tidak masuk di dalam RUU EBT di antaranya nuklir adalah masif dan berkelanjutan, nuklir merupakan komponen penting dalam industri, serta nuklir adalah ramah lingkungan dan ramah lingkungan.

"Bahwa nuklir adalah energi bersih yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta masif dan kontinyu yang dapat menjadi komponen penting dalam transisi energi, pembangunan industri dan masa depan bangsa," jelasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Maaf! RI Belum Siap Nuklir untuk Listrik, Tapi untuk Pangan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular