Laporan BPS September: RI 'Hattrick' Deflasi, Ini Sebabnya

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
01 October 2020 12:28
Aktifitas pedagang di Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu, 30/9. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari ke depan hingga 11 Oktober untuk menekan laju penyebaran kasus covid-19. Para PKL yang terlihat berjualan didominasi pedagang pakaian. Namun ada juga pedagang makanan dan minuman. Untuk diketahui, pemerintah menerbitkan panduan protokol kesehatan bagi masyarakat di pasar demi mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19). Pengelola pasar diminta menyediakan fasilitas cuci tangan dan melakukan disinfeksi secara berkala. Panduan mengenai protokol kesehatan di pasar itu tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020 tentang Protokol Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Panduan kesehatan ditujukan kepada pengelola, pedagang, pekerja, dan pengunjung. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pasar Tanah Abang (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Adanya pandemi covid-19 membuat Indonesia mengalami deflasi berturut-turut sejak Juli, Agutus, dan kini kembali deflasi di bulan September. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, terjadi deflasi sebesar 0,05% di bulan September 2020.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, deflasi terjadi karena adanya penurunan harga di beberapa kelompok pengeluaran, yakni makanan, minuman, dan tembakau yang mengalami deflasi 0,37%.

"Komoditas yang mengalami penurunan pada September 2020 antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, tomat, semangka, cabai rawit, dan tarif angkutan udara. Sumbangannya ke deflasi 0,93%," jelas Suhariyanto dalam video conference, Kamis (1/10/2020).

"Penurunan daging ayam ras terjadi di 67 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), di mana penurunan terbesar terjadi di Maumere. Sementara itu telor ayam ras turun harga di 79 kota IHK, dan bawang merah terjadi penurunan di 75 kita IHK," kata Suhariyanto melanjutkan.

Deflasi lainnya juga disebabkan karena adanya penurunan dari kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,01%, kelompok transportasi 0,33%, dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,01%.

Deflasi yang terjadi berturut-turut selama tiga bulan ini, kata Suhariyanto menunjukkan daya beli yang lemah. Padahal dari sisi supply atau pasokan sangat memadai.

"Catatannya, dari sisi pasokan cukup. Yang diwaspadai inflasi inti yang sebesar 1,86% yang artinya itu rendah dan menunjukkan daya beli kita masih sangat-sangat lemah, itu yang perlu diwaspadai dari deflasi yang terjadi Juli, Agustus, September. Artinya selama kurater tiga 2020 daya beli masih lemah," ujarnya.

Deflasi berturut-turut, kata Suhariyanto juga pernah terjdi di Indonesia pada 1999. Kala itu, deflasi terjadi pada Maret hingga September 1999. "Itu deflasi berturut-turut selama 7 bulan," ujarnya.




(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bawang Merah hingga Tarif Pesawat Sebabkan Deflasi di Agustus

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular