Tak Diduga, Industri Farmasi Sudah Rumahkan 3.000 Karyawan

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
28 September 2020 16:15
A pharmacist takes a box of the medicine
Foto: REUTERS/Jon Nazca

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri farmasi yang selama ini dianggap aman-aman saja saat pandemi covid-19 karena justru diuntungkan malah memberikan kabar tak sedap. Mereka harus merumahkan 3.000 pekerja karena dampak pandemi covid-19. Pademi justru memicu pasien non covid-19 turun drastis sehingga berdampak pada permintaan obat.

Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI secara virtual, Senin (28/9/2020). Rapat itu membahas masukan dari stakeholder terkait penyusunan substansi RUU tentang pengawasan obat dan makanan.

Selain memberikan masukan, Direktur Eksekutif GP Farmasi Indonesia Dorojatun Sanusi juga buka-bukaan soal kondisi industri farmasi di tengah pandemi Covid-19.

"Tantangan industri farmasi Indonesia sangat berat," ujar Dorojatun.



Menurut dia, penurunan utilisasi produksi membuat kerja 'jantung' menjadi berat. Dorojatun tidak mengelaborasi lebih lanjut terkait hal itu. Namun, ada paparan GP Farmasi Indonesia yang menyiratkan kondisi industri.

"Industri farmasi nasional dan BUMN memproduksi 90% obat kebutuhan pasar dalam negeri dan mempunyai kapasitas memadai untuk memenuhi pertumbuhan permintaan sampai 50% dari kebutuhan saat ini," tulis GP Farmasi Indonesia.

"Di masa pandemi Covid-19, terjadi penurunan kinerja karena permintaan menurun drastis (turun 50-60%) karena pasien non Covid-19 yang berkunjung ke faskes menurun drastis. Oleh karenanya, kapasitas produksi menjadi idle dan utilisasi hanya terpakai < 50% di 3 bulan terakhir."



Menurut GP Farmasi Indonesia, utilisasi pabrik yang rendah, telah berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) atau merumahkan karyawan.

"Prediksi 2.000-3.000 karyawan sudah dirumahkan," tulis GP Farmasi Indonesia.

Dorojatun pun mengungkapkan cash flow atau arus kas perusahaan farmasi tanah air pun terganggu. Ini karena masalah pembayaran dari fasilitas kesehatan yang tersendat dan realisasi rencana kebutuhan obat (RKO) yang rendah dibandingkan rencana awal.

"Distributor kesulitan melayani faskes yang masih mempunyai tunggakan pembayaran yang besar, yang belum terselesaikan sejak tahun lalu. Total tagihan ke faskes yang sudah jatuh tempo : masih sekitar Rp 3 triliun yang belum dibayarkan. Pemesanan faskes hanya 30-40% dari RKO : pada semester pertama 2020," tulis GP Farmasi.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hikayat Si Kaya Berebut Vaksin

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular