Ini Orang yang Bertanggung Jawab Buat Covid-19 di RI Menggila

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
24 September 2020 15:17
Anggota TNI Berjaga di Ruang Publik (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Anggota TNI Berjaga di Ruang Publik (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Banyaknya pelanggaran dan denda yang tercatat menjadi cerminan kesadaran masyarakat yang rendah akan situasi darurat nasional ini. Selain banyak yang tak menggunakan masker dan melanggar aturan-aturan PSBB lainnya, ternyata masyarakat Tanah Air semakin tak berjarak.

Riset Citi Group menunjukkan bahwa penerapan social distancing di Tanah Air seiring dengan berjalannya waktu semakin mengendor. Tengok saja angka social distancing index Indonesia yang semakin mendekati nol. Angka semakin mendekati nol mengindikasikan bahwa masyarakat semakin tak berjarak, begitu juga sebaliknya.

Melihat hal ini, pemerintah harus benar-benar menindak secara tegas bagi setiap pelanggar sebagai bentuk penegakan hukum (law enforcement). Namun di sisi lain pemerintah juga perlu fokus dalam pengendalian wabah sebagai prioritas utama.

Pada dasarnya pemerintah sudah memiliki kerangka kebijakan pengendalian wabah yang dikenal dengan istilah 3T (testing, tracing & treatment). Kebijakan tersebut pun sudah diimplementasikan. Namun sayangnya masih jauh dari kata optimal.

Mari ulas satu per satu! Untuk menentukan tindakan penanganan wabah, maka hal yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui seberapa banyak orang yang terjangkit wabah. Untuk mendapatkan jawabannya tentu harus dilakukan tes atau uji Covid-19.

Mengutip data Worldometer, Indonesia sudah melakukan pengujian terhadap 2.994.069 spesimen per 22 September. Dengan populasi yang lebih dari 274 juta orang, maka jumlah tes per 1 juta penduduk adalah 10.920.

Di antara 10 negara berpenduduk terbanyak dunia, jumlah tes per 1 juta orang di Indonesia adalah yang kedua terendah. Indonesia hanya unggul dari Nigeria. Padahal di antara negara-negara tersebut ada yang berpendapatan menengah-bawah yang notabene di bawah Indonesia. Sebut saja India, Pakistan, dan Bangladesh.

Tes yang terlalu sedikit pada akhirnya hanya akan membuat validitas maupun tingkat kepercayaan terhadap data menjadi lemah. Padahal data penting untuk menentukan kebijakan.

Banyaknya fenomena orang tanpa gejala (OTG) di Indonesia membuat wabah ini mudah sekali tak terdeteksi dan menyebar luas ke berbagai wilayah. Bahkan tak jarang menciptakan cluster tertentu.

Sampai saat ini DKI Jakarta masih menjadi episentrum wabah. Beberapa cluster yang terbentuk di ibu kota antara lain cluster komunitas, perkantoran bahkan rumah sakit. Mengacu pada data Satgas Covid-19, cluster rumah sakit menyumbang 24.000 kasus sendiri.

Ini pun gara-gara metode tracing yang terkesan malas. Bagaimana tidak? kasus tersebut dilaporkan ketika ada masyarakat yang dirawat di RS atau secara sukarela mendaftarkan diri untuk ikut tes.

Padahal contact tracing merupakan metode penting dalam penanganan suatu wabah menular seperti Covid-19. Bukti buruknya pelaksanaan contact tracing di Tanah Air ini dibuktikan dalam riset Blavatnik School of Government University of Oxford.

Contact Tracing Index, yang digambarkan dengan skala 0-2. Nol berarti tidak ada upaya pelacakan kontak, satu berarti ada tetapi terbatas (tidak dilakukan terhadap seluruh kasus), dan dua berarti pelacakan kontak yang komprehensif (dilakukan terhadap seluruh kasus).

Skor Indonesia adalah satu, artinya ada pelacakan tetapi terbatas. Median skor negara-negara berpendapatan menengah-atas adalah dua. Lagi-lagi Indonesia masih di bawah itu.

Jika ingin Covid-19 segera melandai dan berakhir, pemerintah harus lebih fokus lagi dengan kebijakan 3T-nya serta mengedepankan law enforcement. Sementara di pihak masyarakat harus ada kesadaran kolektif terutama terkait kondisi genting seperti ini. Itu saja kuncinya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/dru)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular