Ini Orang yang Bertanggung Jawab Buat Covid-19 di RI Menggila

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
24 September 2020 15:17
Ilustrasi Pelanggar PSBB. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Pelanggar PSBB. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah Covid-19 di Tanah Air tak kunjung usai. Boro-boro melambat, yang ada kenaikan kasus justru bertambah dengan laju yang kencang setiap harinya. Ini yang membuat Indonesia mendapat  sentimen negatif dari publik global sehingga 59 negara melarang WNI masuk ke negaranya.

Kemarin pertambahan kasus baru Covid-19 rekor lagi. Dalam sehari kasus infeksi Covid-19 bertambah sebanyak 4.465. Ini merupakan kenaikan tertinggi yang pernah tercatat sejak wabah merebak di dalam negeri. Hal ini membuat kurva epidemiologi RI masih melengkung ke atas.

Pekan ini rata-rata pertambahan kasus infeksi Covid-19 bertambah 4.056 per harinya atau meningkat 11% dari pekan sebelumnya yang hanya 3.664/hari. Itu pun sudah melonjak dari pekan pertama bulan ini yang mencapai 3.242 kasus per hari.

Kemarin jumlah penderita Covid-19 yang tercatat sembuh mencapai 3.660 orang menjadi 187.958 orang, sementara yang meninggal dunia bertambah 140 orang menjadi 9.977 orang.

Namun yang mengerikannya lagi adalah jumlah orang dalam pengawasan juga terus bertambah. Terakhir, Kementerian Kesehatan RI melaporkan ada 1,77 juta orang yang berada dalam pengawasan medis.

Pertambahan kasus ini harus benar-benar diantisipasi oleh berbagai pihak. Pasalnya jika kasus baru terus bertambah, tetapi yang sembuh lebih sedikit dari angka pertambahan kasus sementara banyak yang diminta untuk dirawat di rumah sakit, hal ini akan menyebabkan kapasitas rumah sakit penuh.

Tower 5 Wisma Atlet Kemayoran Jakarta yang disiapkan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sejak Jumat (11/09/2020) lalu untuk pasien isolasi mandiri, kini sudah terisi 1.442 pasien atau 91,84% dari total kapasitas 1.570 tempat tidur.

Sementara itu di RS Darurat Covid-19, yang letaknya bersebelahan dengan Flat Isolasi Mandiri, masih tersedia 582 tempat tidur.

Adapun rinciannya adalah 311 tempat tidur di Tower 6 dan 271 tempat tidur di Tower 7. Tingkat hunian di RS Darurat Covid-19 sudah mencapai hampir 80% pada hari ini dari total 2.878 kapasitas tempat tidur yang tersedia di sana.

Kenaikan kasus infeksi Covid-19 yang terjadi terus menerus ini disebabkan oleh banyak faktor. Pertama tentu dari kenaikan jumlah tes yang dilakukan, meski total pengujian yang dilakukan di Indonesia masih tergolong sedikit.

Kemudian alasan lainnya adalah terjadinya peningkatan penularan antar orang seiring dengan peningkatan mobilitas publik di masa-masa penerapan PSBB transisi terutama di ibu kota bulan Juni lalu.

DKI Jakarta masih menjadi penyumbang kasus tertinggi secara nasional dengan kontribusi mencapai 25% dari total kasus nasional. Namun mirisnya banyak pihak yang masih tidak menyadari bahwa situasi pandemi adalah kondisi yang genting.

Aturan penegakan protokol kesehatan masih saja sering tak diindahkan. Bahkan POLRI dan aparat gabungan sampai harus turun tangan untuk menindak tegas oknum yang tidak patuh.

Operasi Yustisi dalam rangka pendisiplinan masyarakat terkait Protokol Kesehatan Covid-19 sudah berlangsung sembilan hari. Hingga 22 September ada 55.778 pelanggar yang ditindak karena melanggar Protokol Kesehatan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyatakan sebanyak 26.272 pelanggar diberi teguran tertulis dan 1.471 lainnya diberi teguran lisan. Padahal apabila banyak orang mematuhi aturan tersebut dengan menggunakan masker yang sesuai dan menjaga jarak aman di ruang publik, angka penularan seharusnya bisa ditekan.

Para pelanggar ini lah yang sebenarnya sangat berbahaya karena bisa dengan mudah tertular maupun menularkan karena tidak ada perisai dirinya. Inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan Covid-19 menggila.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Kebijakan Utama Jadi Kunci (NEXT)

Banyaknya pelanggaran dan denda yang tercatat menjadi cerminan kesadaran masyarakat yang rendah akan situasi darurat nasional ini. Selain banyak yang tak menggunakan masker dan melanggar aturan-aturan PSBB lainnya, ternyata masyarakat Tanah Air semakin tak berjarak.

Riset Citi Group menunjukkan bahwa penerapan social distancing di Tanah Air seiring dengan berjalannya waktu semakin mengendor. Tengok saja angka social distancing index Indonesia yang semakin mendekati nol. Angka semakin mendekati nol mengindikasikan bahwa masyarakat semakin tak berjarak, begitu juga sebaliknya.

Melihat hal ini, pemerintah harus benar-benar menindak secara tegas bagi setiap pelanggar sebagai bentuk penegakan hukum (law enforcement). Namun di sisi lain pemerintah juga perlu fokus dalam pengendalian wabah sebagai prioritas utama.

Pada dasarnya pemerintah sudah memiliki kerangka kebijakan pengendalian wabah yang dikenal dengan istilah 3T (testing, tracing & treatment). Kebijakan tersebut pun sudah diimplementasikan. Namun sayangnya masih jauh dari kata optimal.

Mari ulas satu per satu! Untuk menentukan tindakan penanganan wabah, maka hal yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui seberapa banyak orang yang terjangkit wabah. Untuk mendapatkan jawabannya tentu harus dilakukan tes atau uji Covid-19.

Mengutip data Worldometer, Indonesia sudah melakukan pengujian terhadap 2.994.069 spesimen per 22 September. Dengan populasi yang lebih dari 274 juta orang, maka jumlah tes per 1 juta penduduk adalah 10.920.

Di antara 10 negara berpenduduk terbanyak dunia, jumlah tes per 1 juta orang di Indonesia adalah yang kedua terendah. Indonesia hanya unggul dari Nigeria. Padahal di antara negara-negara tersebut ada yang berpendapatan menengah-bawah yang notabene di bawah Indonesia. Sebut saja India, Pakistan, dan Bangladesh.

Tes yang terlalu sedikit pada akhirnya hanya akan membuat validitas maupun tingkat kepercayaan terhadap data menjadi lemah. Padahal data penting untuk menentukan kebijakan.

Banyaknya fenomena orang tanpa gejala (OTG) di Indonesia membuat wabah ini mudah sekali tak terdeteksi dan menyebar luas ke berbagai wilayah. Bahkan tak jarang menciptakan cluster tertentu.

Sampai saat ini DKI Jakarta masih menjadi episentrum wabah. Beberapa cluster yang terbentuk di ibu kota antara lain cluster komunitas, perkantoran bahkan rumah sakit. Mengacu pada data Satgas Covid-19, cluster rumah sakit menyumbang 24.000 kasus sendiri.

Ini pun gara-gara metode tracing yang terkesan malas. Bagaimana tidak? kasus tersebut dilaporkan ketika ada masyarakat yang dirawat di RS atau secara sukarela mendaftarkan diri untuk ikut tes.

Padahal contact tracing merupakan metode penting dalam penanganan suatu wabah menular seperti Covid-19. Bukti buruknya pelaksanaan contact tracing di Tanah Air ini dibuktikan dalam riset Blavatnik School of Government University of Oxford.

Contact Tracing Index, yang digambarkan dengan skala 0-2. Nol berarti tidak ada upaya pelacakan kontak, satu berarti ada tetapi terbatas (tidak dilakukan terhadap seluruh kasus), dan dua berarti pelacakan kontak yang komprehensif (dilakukan terhadap seluruh kasus).

Skor Indonesia adalah satu, artinya ada pelacakan tetapi terbatas. Median skor negara-negara berpendapatan menengah-atas adalah dua. Lagi-lagi Indonesia masih di bawah itu.

Jika ingin Covid-19 segera melandai dan berakhir, pemerintah harus lebih fokus lagi dengan kebijakan 3T-nya serta mengedepankan law enforcement. Sementara di pihak masyarakat harus ada kesadaran kolektif terutama terkait kondisi genting seperti ini. Itu saja kuncinya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular