
Kerajaan Arab Kecam Lagi Donald Trump Soal Palestina

Jakarta, CNBC ndonesia - Pangeran Arab Saudi mengecam Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Ia bahkan mempertanyakan sikap mantan pebisnis itu dalam pembicaraan damai antara Uni Emirat Arab (UEA)-Bahrain dengan Israel.
Berbicara ke CNBC International, Pangeran Turki al-Faisal, mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Arab Saudi mengatakan Trump tidak jujur. Terutama soal negara Palestina.
Menurutnya ayahnya mendiang Raja Faisal, yang memerintah kerajaan pada 1960-an dan 1970-an, pasti kecewa. Apalagi perjanjian dibuat tanpa solusi berarti untuk Palestina.
"Keputusannya (Raja Faisal) untuk memberikan sanksi minyak pada AS setelah Amerika memutuskan untuk memberikan lebih banyak bantuan kepada Israel selama perang (pada tahun 1973] untuk alasan memaksa menjadi perantara yang jujur antara Israel [ dan] dunia Arab," tegasnya dikutip Kamis (24/9/2020).
"Dan saya harus mengatakan bahwa Presiden Trump bukanlah perantara yang jujur. Jadi ya, saya pikir almarhum raja akan kecewa."
Di 1973, Raja Faisal memberlakukan embargo minyak di AS dan negara lain yang membantu Israel selama apa yang disebut Israel sebagai Perang Yom Kippur. Raja juga menekankan perlunya Israel menarik diri dari wilayah Arab yang diduduki setelah perang 1967.
Sayangnya belum ada komentar dari Trump dan administrasinya di Gedung Putih.
Arab Saudi memang dikenal berkomitmen pada negara Palestina. Namun beberapa tahun terakhir, narasi sedikit bergeser.
CNBC International menulis, dalam wawancara tahun 2018 dengan The Atlantic, Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman mengatakan Israel memiliki hak "untuk memiliki tanah mereka sendiri". Meski begitu Pangeran Turki meyakinkan bawah kerajaan masih berkomitmen untuk prakarsa perdamaian Arab dan munculnya negara Palestina dengan ibukotanya di Yerusalem.
Pangeran Turki adalah sepupu putra mahkota di keluarga kerajaan besar dan telah lama mengkritik peran AS di Timur Tengah.
Sebelumnya, UEA-Bahrain dan Israel menandatangani "Abraham Accords," di Washington, AS pekan lalu. Ini menandai normalisasi hubungan diplomatik antara negara.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh, Donald Trump Diancam Diculik & Dibunuh
