Unggah Video Anak Difabel, Nadiem Diminta Netizen Peduli ABK

tahir saleh, CNBC Indonesia
19 September 2020 17:10
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (Tangkapan Layar Youtube KEMENDIKBUD RI)
Foto: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (Tangkapan Layar Youtube KEMENDIKBUD RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim baru saja mengunggah video suara seorang siswa difabel (tuna netra) sedang bernyanyi di Sekolah Luar Biasa SLB) Negeri 1 Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dalam kunjungannya ke SLB tersebut pada Kamis lalu (17/9/2020).

Tampak seorang anak difabel sedang menyanyikan sebuah tembang berbahasa Jawa yang diketahui berjudul Bang Bang Wetan atau Bang Bang Wis Rahino.

Pendiri Gojek ini pun menyampaikan kepeduliannya terhadap masa depan anak-anak di SLB termasuk di DIY, dengan hastag #gurupenggerak dan #sekolahinskulsif.

 

[Gambas:Instagram]


Kemendikbud mendefininsikan, SLB adalah sekolah yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus (difabel) agar bisa mendapatkan layanan dasar yang bisa membantu mendapatkan akses pendidikan. Dengan jenis yang berbeda, berbeda pula strategi pembelajaran serta fasilitas yang dimiliki mulai dari SLB A (tunanetra) hingga SLB G (tuna ganda).

Namun unggahan tersebut memantik reaksi netizen, ada yang memprotes rencana Nadiem dengan program kerjanya.

Sebagian besar protes dalam komen tersebut menyoal rencana evaluasi kembali terkait kurikulum 2013 dan membentuk kurikulum baru yang rencananya akan rilis pada Maret 2021 yang berisi penghapusan mata pelajaran sejarah bagi siswa SMA/SMA.

Hanya saja, masih ada beberapa netizen yang fokus pada persoalan SLB dan kepedulian pemerintah bagi anak-anak difabel dan anak-anak berkebutuhan khusus termasuk anak-anak autis.

Sebagai informasi, situs AXA Life dan Alodokter mendefinisikan autisme adalah kondisi di mana seorang anak mengalami keterlambatan pada perkembangannya, jadi autisme bukanlah suatu penyakit bawaan.

Karena autisme bukan suatu penyakit, maka penanganan bukan dengan obat melainkan terapi dalam jangka panjang.

Sementara di SLB C menangani anak-anak dengan down syndrome, penyakit dengan kondisi kelainan kromosom yang terjadi sejak dalam kandungan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh gen kedua orang tua atau kesalahan mengonsumsi jenis makanan pada saat ibu mengandung. Rata-rata IQ para penyandang down syndrome di bawah IQ normal, yaitu hanya sekitar 50-60.

"Terimakasih pak nadiem sudah mengunjungi SLB kami...semoga pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus bisa lebih diperhatikan lagi," kata akun @yullie_astutie.

"Keren, selalu ada kelebihan di antara kekurangan," tofik_supriyadi

"Terus berjuang memajukan pendidikan tak terkecuali SLB," karta @inayulistia.

"Mas Menteri... nampaknya penyandang #asperger... high function autism..di Indonesia perlu mulai diperhatikan juga.. krn pd dasarnya mereka mampu di sekolah reguler, hanya perlu dukungan yg sedikit berbeda. Tidak sedikit anak2 ini sebenarmya aset bangsa yg luar biasa..." tulis akun @caecilmoerti.

"Pak @nadiemmakarim , mohon maaf sebutan "difabel netra" sekarang lebih lazim digunakan drpd "tuna" karena "tuna" artinya kekurangan,rusak/rugi. Terima kasih Pak," kata @kay_ainy.

Sebagai informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per 2017, jumlah ABK di Indonesia mencapai angka 1,6 juta anak.

Salah satu upaya yang dilakukan Kemendikbud untuk memberikan akses pendidikan kepada mereka adalah dengan membangun unit sekolah baru, yaitu SLB dan mendorong tumbuhnya Sekolah Inklusi di daerah-daerah.

Dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia, data Kemendikbud mencatat per 2017, baru 18% yang sudah mendapatkan layanan pendidikan inklusi. Sekitar 115.00 anak berkebutuhan khusus bersekolah di SLB, sedangkan ABK yang bersekolah di sekolah reguler pelaksana Sekolah Inklusi berjumlah sekitar 299.000.

Untuk memberikan akses pendidikan kepada ABK yang tidak bersekolah di SLB, Kemendikbud menjalankan program Sekolah Inklusi.

Sekolah Inklusi adalah sekolah regular (non-SLB) yang juga melayani pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.

Di sekolah reguler, anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak-anak reguler lainnya, dengan pendampingan guru khusus selama kegiatan belajar mengajar. Saat ini terdapat 32-ribu sekolah reguler yang menjadi Sekolah Inklusi di berbagai daerah.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Guru Honorer, Ini Aturan Baru Soal Gaji dari Mas Menteri

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular