
Tak Sampai Sebulan, Kasus Corona RI 3x Cetak Rekor!

Apa yang membuat kasus corona di Tanah Air melonjak bahkan di Jakarta PSBB harus ditegakkan lagi? Ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan, itu intinya.
Virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini menyukai kerumunan. Ketika ada banyak manusia berkumpul dalam jarak dekat, apalagi di ruangan tertutup, virus akan lebih mudah menular.
Inilah mengapa kebijakan penanggulangan pagebluk virus corona dititikberatkan ke pembatasan sosial (social distancing). Sebisa mungkin harus ada jarak antar-manusia, setidaknya 1-2 meter.
Makanya aktivitas di perkantoran, pabrik, restoran, sekolah, dan sebagainya tidak diperbolehkan, karena berpotensi menciptakan kerumunan manusia. Semakin manusia berjarak, maka ruang gerak virus corona untuk menyebar menjadi kian sempit.
Masalahnya, masyarakat Indonesia tambah lama tambah kurang tertib menjaga jarak. Kepatuhan menjaga jarak terlihat dari Social Distancing Index yang disusun oleh Citi.
Jika nilainya semakin jauh dari 0, maka warga semakin berjarak alias patuh social distancing. Kalau kian dekat dengan 0 ya kebalikannya.
Per 4 September, skor Social Distancing Indonesia adalah -13 sementara sepekan sebelumnya ada di -16. Berarti masyarakat bukannya berjarak tetapi malah semakin bergerombol.
Minimnya kepatuhan dalam menjaga jarak membuat tingkat reproduksi virus corona jadi sulit dikendalikan. Tingkat reproduksi biasa dilambangkan dengan Rt.
Jika Rt masih di atas 1, maka seorang pasien positif corona berisiko menularkan ke orang lain. Rantai penularan belum terputus.
Mengutip data Bonza per 10 September pukul 09:14 WIB, hanya 12 dari 34 provinsi yang punya Rt kurang dari 1. Jadi di sebagian provinsi di Tanah Air penularan virus corona masih terus terjadi.
Jika tidak ada perbaikan, maka ke depan sangat mungkin bukan hanya Jakarta yang mengetatkan PSBB tetapi juga daerah-daerah lainnya. Saat semakin banyak jumlah orang yang 'terpenjara' karena harus #dirumahaja, maka aktivitas ekonomi akan mati suri. Produksi, distribusi, sampai konsumsi akan lesu.
Hasilnya, output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan menyusut seperti yang terjadi pada kuartal II-2020. Ketika PDB terkontraksi (tumbuh negatif) dalam dua kuartal beruntun, itu namanya resesi. Kemudian kalau resesi berkepanjangan, itu namanya depresi.
Resesi dan depresi mungkin hanya terlihat seperti angka-angka belaka, pertumbuhan ekonomi yang minus. Namun di balik itu ada jeritan jutaan rakyat yang menderita karena tidak punya pekerjaan dan 'terdegradasi' menjadi orang miskin. Mengerikan...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)[Gambas:Video CNBC]