Tak Sampai Sebulan, Kasus Corona RI 3x Cetak Rekor!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 September 2020 06:28
Warga Tidak Menggunakan Makser
Foto: Warga Tidak Menggunakan Masker (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lagi, lagi, dan lagi. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) selalu memberikan hal yang baru saban harinya. Namun hal yang baru ini bukan sesuatu yang patut disyukuri.

Per 10 September 2020, jumlah pasien positif corona di Indonesia sudah mencapai 207.203 orang. Bertambah 3.861 orang (1,9%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Tambahan 3.861 orang pasien baru dalam sehari adalah rekor tertinggi sejak Indonesia mencatatkan kasus corona perdana pada awal Maret lalu. Rekor sebelumnya adalah 3.622 orang yang terjadi belum lama ini yaitu pada 3 September. Sebelumnya lagi terjadi pada 29 Agustus yakni 3.308 orang.

Artinya dalam waktu kurang dari setengah bulan, sudah tiga kali tambahan pasien baru positif corona mencetak rekor tertinggi. Rekor, rekor, dan rekor. Namun bukan rekor yang pantas dibanggakan.

Berdasarkan provinsi, Jakarta menjadi daerah dengan jumlah kasus terbanyak yaitu 50.671 orang. Ibu Kota menyumbang 24,5% dari total kasus nasional. Hampir satu dari empat orang pasien positif corona di Indonesia adalah warga Jakarta.

Kemarin, jumlah pasien positif corona di Jakarta bertambah 1.274 orang dibandingkan hari sebelumnya. Sudah lima hari beruntun kasus corona bertambah lebih dari 1.000 setiap harinya.

Perkembangan ini akhirnya memaksa Gubernur Anies Rasyid Baswedan untuk kembali mengetatkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mulai 14 September hingga dua pekan ke depan, PSBB akan kembali seperti April-Mei lalu. Perkantoran, rumah ibadah, restoran, pusat perbelanjaan, tempat wisata, dan sebagainya tidak boleh dibuka untuk umum.

"Kita akan menarik 'rem darurat' yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan PSBB seperti pada masa awal pandemi dulu. Bukan lagi PSBB Transisi, tetapi kita harus melakukan PSBB sebagaimana masa awal dulu," tegas Anies.

Apa yang membuat kasus corona di Tanah Air melonjak bahkan di Jakarta PSBB harus ditegakkan lagi? Ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan, itu intinya.

Virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini menyukai kerumunan. Ketika ada banyak manusia berkumpul dalam jarak dekat, apalagi di ruangan tertutup, virus akan lebih mudah menular.

Inilah mengapa kebijakan penanggulangan pagebluk virus corona dititikberatkan ke pembatasan sosial (social distancing). Sebisa mungkin harus ada jarak antar-manusia, setidaknya 1-2 meter.

Makanya aktivitas di perkantoran, pabrik, restoran, sekolah, dan sebagainya tidak diperbolehkan, karena berpotensi menciptakan kerumunan manusia. Semakin manusia berjarak, maka ruang gerak virus corona untuk menyebar menjadi kian sempit.

Masalahnya, masyarakat Indonesia tambah lama tambah kurang tertib menjaga jarak. Kepatuhan menjaga jarak terlihat dari Social Distancing Index yang disusun oleh Citi.

Jika nilainya semakin jauh dari 0, maka warga semakin berjarak alias patuh social distancing. Kalau kian dekat dengan 0 ya kebalikannya.

Per 4 September, skor Social Distancing Indonesia adalah -13 sementara sepekan sebelumnya ada di -16. Berarti masyarakat bukannya berjarak tetapi malah semakin bergerombol.

Minimnya kepatuhan dalam menjaga jarak membuat tingkat reproduksi virus corona jadi sulit dikendalikan. Tingkat reproduksi biasa dilambangkan dengan Rt.

Jika Rt masih di atas 1, maka seorang pasien positif corona berisiko menularkan ke orang lain. Rantai penularan belum terputus.

Mengutip data Bonza per 10 September pukul 09:14 WIB, hanya 12 dari 34 provinsi yang punya Rt kurang dari 1. Jadi di sebagian provinsi di Tanah Air penularan virus corona masih terus terjadi.

Jika tidak ada perbaikan, maka ke depan sangat mungkin bukan hanya Jakarta yang mengetatkan PSBB tetapi juga daerah-daerah lainnya. Saat semakin banyak jumlah orang yang 'terpenjara' karena harus #dirumahaja, maka aktivitas ekonomi akan mati suri. Produksi, distribusi, sampai konsumsi akan lesu.

Hasilnya, output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan menyusut seperti yang terjadi pada kuartal II-2020. Ketika PDB terkontraksi (tumbuh negatif) dalam dua kuartal beruntun, itu namanya resesi. Kemudian kalau resesi berkepanjangan, itu namanya depresi.

Resesi dan depresi mungkin hanya terlihat seperti angka-angka belaka, pertumbuhan ekonomi yang minus. Namun di balik itu ada jeritan jutaan rakyat yang menderita karena tidak punya pekerjaan dan 'terdegradasi' menjadi orang miskin. Mengerikan...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular