
Ini Tanda-tanda Indonesia (Mungkin) Jatuh ke Jurang Resesi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepertinya mulai khawatir dengan kemungkinan ekonomi Indonesia masuk ke jurang resesi seperti yang dialami banyak negara di dunia. Ini merupakan pernyataan kesekian kali dari Presiden yang khawatir dengan masalah ekonomi yang terdampak pandemi corona (covid-19).
Kecemasan tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan dalam rapat terbatas dengan para gubernur di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip Rabu (2/9/2020)
"Berkaitan dengan ekonomi, kita tahu kuartal I-2020 kita tumbuh 2,97%, negara lain sudah minus. Tapi di kuartal II, kita pada posisi -5,3%. Sudah minus," tegas Jokowi.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu mengaku pemerintah Indonesia masih memiliki waktu satu bulan untuk menghindarkan perekonomian Indonesia dari ancaman resesi yang ada di depan mata.
"Untuk itu, kuartal ketiga, yang kita masih punya waktu satu bulan yaitu Juli, Agustus, September. Di September ini kita masih ada kesempatan. Kalau kita masih berada pada posisi minus artinya kita masuk resesi," tegasnya
Maka dari itu, kepala negara meminta seluruh jajarannya untuk mempercepat alokasi belanja. Baik itu yang berkaitan dengan belanja barang, belanja modal, hingga belanja bantuan sosial.
"Betul-betul disegerakan sehingga bisa meningkatkan konsumsi masyarakat dan meningkatkan ekonomi di daerah," jelasnya.
Lantas, apa yang membuat Jokowi cemas terhadap potensi terjadinya resesi?
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi sempat menyampaikan data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) per 27 Agustus. Serapan belanja daerah pada periode tersebut baru mencapai 44%.
"Untuk belanja APBD masih 44%, dan untuk belanja kabupaten dan kota mencapai 48,8%. Hati-hati mengenai ini. Angka ini saya kira bisa kita lihat, belanja barang dan jasa realisasi berapa, belanja modal berapa, bansos berapa," jelasnya.
Jokowi lantas menyebutkan sejumlah daerah yang realisasi belanja daerahnya masih cukup mengkhawatirkan. Meskipun tidak secara spesifik, namun angka-angka yang disampaikan kepala negara perlu dicermati dengan seksama.
"Sumatera Utara baru berapa persen, Bengkulu juga dilihat baru berapa persen, Sumatera Barat sudah berada di atas 50%. Saya kira angka ini betul-betul kita cermati, DKI jakarta barang dan jasa sudah tinggi 70%," jelasnya.
"Yang lain yang masih di angka 10%, 15%, apalagi bantuan sosial masih 0% itu betul-betul dilihat benar angka-angka ini. Realisasi APBD seperti ini setiap hari saya ikuti semua provinsi, kabupaten, kota kelihatan angka-angkanya," katanya.
Pesimisme Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati makin gamblang memproyeksikan ekonomi Indonesia di kuartal III-2020 tumbuh minus. Dengan proyeksi tersebut Indonesia masuk jurang resesi.
"Dengan bacaan dan analisa di kuartal II-2020 dan terutama aktivitas ekonomi, pemerintah Kemenkeu proyeksi di 2020 adalah minus 1,1% hingga 0,2%. Lower end dari prediksi kita, menunjukkan bahwa mungkin di kuartal III-2020 kita mungkin masih di negatif growth dan kuartal IV masih dalam zona sedikit di bawah netral."
Sri Mulyani menyampaikan hal ini saat rapat di Badan Anggaran DPR, Rabu (2/9/2020).
Menurut Sri Mulyani, ekonomi baru akan bangkit di 2021 mencapai 4,5%-5,5%. Ini didasarkan momentum yang makin baik.
(twg)
[Gambas:Video CNBC]