Internasional

Erdogan Makin Gahar, Saingi Popularitas Mustafa Kemal Ataturk

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 August 2020 10:35
Turkish President Recep Tayyip Erdogan speaks to reporters before departing for a visit to Ukraine, in Istanbul, Monday, Feb. 3, 2020. Turkey hit targets in northern Syria, responding to shelling by Syrian government forces that killed at least four Turkish soldiers, the Turkish president said Monday. A Syrian war monitor said six Syrian troops were also killed.(Presidential Press Service via AP, Pool)
Foto: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Presidential Press Service via AP, Pool)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikabarkan aktif mengerjakan sejumlah agenda ambisius untuk memproyeksikan dirinya sebagai pemimpin tertinggi Turki dan merongrong warisan Mustafa Kemal Ataturk, pendiri Turki sekaligus presiden pertama negara itu.

Ambisi tersebut salah satunya tercermin pada upaya Erdogan baru-baru ini yang mengubah museum Hagia Sophia menjadi masjid. Sebelumnya Hagia Sophia diubah menjadi museum di bawah kepemimpinan Ataturk, pemimpin Turki paling populer di India.

Upaya Erdogan itu telah mendapat dukungan dari orang-orang dalam pemerintahannya. Salah satunya adalah Ali Erbas, kepala direktorat agama Turki Diyanet. Pada saat upacara pembukaan masjid Hagia Sophia, Diyanet, mengkritik Ataturk karena mengubah properti Islam itu menjadi museum.

Di sisi lain, pengadilan administratif tertinggi Turki, Dewan Negara juga telah melayangkan kritik serupa untuk Ataturk, meski tidak secara langsung menyebut namanya.

"Penduduk Turki serta dunia memperhatikan pola bagaimana Erdogan telah mengambil alih institusi negara Turki untuk membangun kendali otoriternya. Diyanet serta Dewan Negara adalah dua lembaga besar yang telah bertindak sebagai boneka Erdogan untuk membantunya memenuhi ambisinya," kata beberapa analis, sebagaimana dilaporkan Zee News.

Selain mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid, pemerintah Erdogan juga merusak warisan Ataturk lainnya, yaitu dengan melarang perayaan Hari Kemenangan yang jatuh pada tanggal 30 Agustus. Pada saat itu pemerintahan Erdogan menyebut alasan pelarangan adalah akibat adanya pandemi virus corona Covid-19.

Hari Kemenangan adalah salah satu hari nasional terpenting di Turki, di mana Presiden Turki seharusnya memberikan penghormatan di mausoleum Kemal Ataturk dan menyampaikan pidatonya dalam perayaan akbar di tempat tersebut. Warga negara itu juga biasanya akan mengadakan perayaan besar di seluruh negeri.

Namun demikian, upaya Erdogan itu tidak berjalan mulus begitu saja. Ia mendapat penentangan dari kritikus dan partai oposisi, yang mengutuk Erdogan karena membiarkan ratusan ribu orang salat dan menghadiri pembukaan Hagia Sophia. Erdogan juga dikritik karena membiarkan perayaan hari-hari penting lainnya, seperti peringatan Pertempuran Manzikert dan upaya kudeta 15 Juli.

Selain itu, pariwisata Turki juga masih dibuka, oleh karenanya mereka memandang pelarangan perayaan Hari Kemenangan sebagai upaya Erdogan untuk menghilangkan jejak Ataturk dari sejarah dan untuk melemahkan pengaruh pemikirannya terhadap masyarakat Turki.

Pemerintahan Erdogan juga telah menyingkirkan gerbong kereta putih Ataturk yang ikonik dari pajangan di terminal kereta Izmir pada tanggal 21 Agustus. Meskipun keputusan tersebut diprotes oleh kelompok masyarakat sipil dan oposisi, namun tidak ada langkah untuk mengembalikan benda warisan tersebut ke tempatnya semula.


(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lawan Covid-19! Erdogan Sumbang 7 Bulan Gaji

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular