Saat Pajak Seret, Mau Tidak Mau Kudu Ngutang...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 August 2020 06:29
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Tidak hanya Indonesia, berbagai negara pun mengalami hal serupa. Di Amerika Serikat (AS), penerimaan pajak anjlok karena karantina wilayah (lockdown) yang menyebabkan penutupan berbagai bisnis dan membuat sekitar 30 orang kehilangan pekerjaan.

Akibatnya utang pemerintah terus naik hingga menyentuh rekor tertinggi US$ 26,52 triliun per akhir Juli 2020. Pembengkakan utang terjadi karena ada kebutuhan stimulus fiskal untuk mengatasi dampak pandemi virus corona. 

Pada kuartal II-2020, pemerintahan Presiden Donald Trump menambah utang sebanyak US$ 3 triliun. Ini adalah rekor tertinggi penambahan utang secara kuartalan, hampir enam kali lipat dari rekor sebelumnya yang terjadi pada 2008.

Defisit anggaran Negeri Adidaya tahun ini diperkirakan mencapai US$ 3,7 triliun (18,4% PDB), melonjak dibandingkan 2019 yang sebesar US$ 1 triliun. Ini karena pemerintah menggelontorkan paket stimulus lebih dari US$ 2 triliun. Sebagai gambaran nilai PDB Indonesia adalah sekitar US$ 1 triliun, jadi stimulus fiskal di Negeri Paman Sam adalah dua kali lipat dari total perekonomian Tanah Air.

Sejumlah pihak menilai stimulus sebesar itu pun belum cukup untuk mengatasi dampak pandemi virus corona. Riset Bank of America menyebut AS membutuhkan setidaknya US$ 3 triliun stimulus fiskal dan bahkan lebih jika ternyata resesi lebih dalam dari perkiraan.

"Stimulus fiskal dan lonjakan defisit anggaran adalah sebuah kebutuhan untuk memerangi dampak kemerosotan ekonomi. Jangan sampai kita mengalami depresi kedua," tegas Steven Oh, Global Head of Credit and Fixed Income PineBridge, seperti dikutip dari CNN.

Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) juga menegaskan bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk mencemaskan utang. Sebab, yang paling penting adalah menyelamatkan rakyat dan perekonomian.

"Kekuatan fiskal sangat penting. Idealnya, Anda harus menghadapi tekanan seperti ini dengan postur fiskal yang kuat. Ini bukan saatnya untuk khawatir, karena yang terpenting adalah kita harus menang perang," kata Jerome 'Jay' Powell, Ketua The Fed, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Tidak hanya di Indonesia dan AS, hampir seluruh negara menghadapi situasi serupa. Kebutuhan stimulus fiskal membuat defisit anggaran dan utang membengkak.

Dalam catatan McKinsey, Jerman menjadi negara dengan porsi stimulus fiskal terbesar yaitu mencapai 33% PDB. Disusul oleh Jepang (21%), Prancis (14,6%), dan Inggris (14,5%). Stimulus fiskal yang diberikan oleh pemerintahan di berbagai negara sudah jauh melebihi krisis 2008.

stimulusFoto: McKinsey
stimulus

"Kita mungkin membuat kesalahan karena banyak berutang saat ekonomi sedang kuat. Namun bukan berarti kita tidak boleh berutang saat krisis sedang terjadi," ujar Maya MacGuiness, Presiden Committee for a Responsible Federal Budget, lembaga independen yang berbasis di Wsshington, sebagaimana diwartakan CNN.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular