
Ada 2 Masalah di Balik Literasi Keuangan Digital RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut setidaknya ada dua hal yang menjadi persoalan di dalam literasi keuangan digital.
Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara menyebut yang pertama adalah pentingnya mendidik konsumen untuk meningkatkan penggunaan pada produk dan servis keuangan yang baru.
"Kedua kita perlu menggunakan sebuah alat untuk memberikan informasi tentang keuangan, bagaimana memanfaatkan layanan serta produk secara bertanggung jawab," ujarnya dalam OJK Virtual Innovation Day 2020 di Jakarta, Senin (24/8/2020).
Menurutnya, beberapa hanya menginformasikan apa saja manfaat tetapi tak memberitahukan apa saja risikonya. Dia mencatat, memasuki era digital, lebih dari 175 orang atau 64% populasi saat ini menggunakan internet.
"Di antaranya 59% merupakan pengguna internet aktif dan menggunakan sosial media," katanya.
Dia juga mencatat, ada setidaknya 338,2 juta nomor ponsel yang terdaftar atau sekitar 124% dari populasi saat ini. Untuk itu, menurutnya sebuah produk keuangan berbasis digital semakin penting dalam memperluas jangkauan dan dinilai jauh lebih nyaman.
"Layanan juga disesuaikan dan dapat dibuat agar sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan individu," terangnya.
Guna mendorong perkembangan produk keuangan digital, OJK mendirikan Innovation Center for Digital Financial Technology atau OJK Infinity. Menurutnya, ini adalah kolaborasi antara pemain, regulator, akademisi dan konsumen.
"Digitalisasi yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari belum tentu sejalan dengan produk keuangan digital. Sementara inklusi keuangan mencapai 67% pada tahun lalu tetapi literasi masih di angka 38%," ujarnya menjelaskan.
Sehingga menurutnya, peningkatan akses terhadap layanan keuangan digital memerlukan literasi yang lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi penggunaan layanan dan yang terpenting adalah menghindari terjadinya kesalahan pembelian sebuah produk, pencurian data hingga penggunaan data yang tidak sah.
Terkait hal ini, dia mengatakan, banyak individu yang memilih untuk terhubung dengan lebih dari P2P Lending. Bahkan dia tak menampik adanya individu yang bisa mengajukan pinjaman ke lebih dari 10 P2P Lending. Bahkan, ada satu individu yang meminjam lebih dari 40 platform P2P Lending hanya dalam waktu 1 bulan saja.
Untuk itu, dia menyebut fintech harus mengikuti 5 prinsip perlindungan konsumen. Pertama transparansi. Kedua perlakukan adil, ketiga reliabilitas, dan keempat perlindungan privasi data setiap individu.
"Terakhir penanganan keluhan yang efektif, harus ada unit yang menyelesaikan persoalan internal," pungkasnya.
(dob/dob)
Next Article OJK Dorong Perluasan Literasi dan Kompetensi Digital