
Gawat! AS Buat 'Bom' Baru, Sasar Presiden Xi Jinping

Jakarta, CNBC Indonesia - Parlemen Amerika Serikat (AS) membuat rancangan undang-undang (RUU) baru. Aturan itu menyasar Presiden China Xi Jinping.
Sebagaimana ditulis South China Morning Post, RUU yang bernama Enemy Act, akan menyasar peran Xi sebagai presiden di China. Jika disetujui, mungkin Xi tidak akan lagi disebut sebagai presiden setidaknya di AS.
RUU ini diperkenalkan Perwakilan Partai Republik Scott Perry dari Pennsylvania pada 7 Agustus. Ini mengarah ke istilah presiden yang merujuk pada seorang pemimpin yang seharusnya dipilih warganya.
Namun, Xi, tidak bisa menyandang itu karena tidak terpilih. Sehingga nantinya, Xi hanya akan disebut sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Komunis China (CCP), jabatan yang juga ia sandang sekarang.
"RUU tersebut memilih China," tulis media itu sebagaimana dikutip Senin (24/8/2020).
"Tetapi tidak menargetkan para pemimpin di banyak negara lain yang tidak terpilih atau berkuasa akibat pemilihan yang tidak dianggap bebas dan adil."
Di China, Xi memegang tiga jabatan. Selain presiden dan sekjen partai komunis, ia juga ketua komisi militer pusat pemerintah.
Pengamat memang melihat sejumlah pejabat AS tak menyebut Xi sebagai presiden dalam sejumlah kesempatan. Xi disebut sekjen bahkan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
Belum ada komentar resmi China soal ini. SCMP menulis, ini akan memanaskan hubungan kedua negara yang memang sudah memburuk akibat banyak hal, bukan hanya perdagangan, tapi juga teknologi, Hong Kong hingga Laut China Selatan.
Pisah dari China
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump makin keukeuh berpisah dari China. Kemarin, ia kembali berujar akan memisahkan diri jika Beijing memperlakukan Washington dengan tidak benar.
Hal ini terkait tinjauan terencana kesepakatan perdagangan fase satu AS-China Januari lalu. Dalam kutipan wawancaranya dengan Fox News, Trump mengaitkan AS tidak wajib melakukan bisnis dengan China.
"Saya pasti akan melakukannya," ancamnya merujuk Beijing.
Trump juga berujar ia secara pribadil yang membatalkan agenda pembicaraan perdagangan fase I pekan lalu. Padahal, perjanjian yang menandai damai dagang itu harusnya dievaluasi enam bulan setelahnya.
Pekan lalu, China kembali menegaskan akan melangsungkan pembicaraan soal dagang dengan AS. Tapi, tak ada respons mengiyakan dari pemerintah Trump.
Dalam perjanjian fase I, China setuju untuk membeli barang dan jasa AS setidaknya senilai US$ 200 miliar antara tahun 2020 dan 2021. Namun karena pandemi corona (Covid-19), realisasi pembelian China masih di bawah yang diharapkan AS.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh, Donald Trump Diancam Diculik & Dibunuh
