
UU Minerba Digugat, Arutmin Khawatir Nasib IUPK Terganjal?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak tambang batubara atau biasa dikenal dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Arutmin Indonesia akan berakhir pada 1 November 2020, namun sampai saat ini pemerintah masih belum memberikan kepastian perpanjangan operasi anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ini.
Ditambah lagi kini sedang berlangsung permohonan uji formil Undang-undang No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) di Mahkamah Konstitusi. Apakah Arutmin khawatir gugatan UU Minerba ini akan menghambat kepastian perpanjangan operasi tambang perusahaan?
General Manager dan External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan pihaknya tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan, khususnya adanya uji formil UU Minerba ke MK ini. Namun demikian, menurutnya, selama belum ada putusan incraht (berkekuatan hukum tetap), maka hal ini bukan lah menjadi masalah bagi perusahaan yang kini tengah memproses perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Selama belum ada putusan incraht yang memerintahkan untuk dihentikan proses perpanjangan (IUPK), saya rasa tidak masalah," ujar Ezra melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia, Rabu (19/08/2020).
Namun demikian, perusahaan tetap berharap perpanjangan operasional tambang batubara bisa segera disetujui pemerintah pada akhir Agustus ini.
"Kami berharap dapat perpanjangan di akhir bulan Agustus ini. Saat ini masih dalam proses evaluasi dengan tim dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Kementerian ESDM)," ungkapnya pekan lalu.
Arutmin saat ini memegang kontrak pertambangan batubara yang biasa dikenal dengan nama Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Untuk melanjutkan operasional tambang, perusahaan harus mengubah sistem kontrak menjadi rezim izin, yakni Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Sesuai dengan Pasal 169A Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, pemegang PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi setelah memenuhi ketentuan seperti adanya peningkatan penerimaan negara.
Kontrak yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 tahun. Sedangkan bagi kontrak yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak untuk jangka waktu paling lama 10 tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama kontrak, baik Kontrak Karya (KK) atau PKP2B.
Pada Pasal 169B diatur bahwa pemegang KK dan PKP2B harus mengajukan permohonan kepada Menteri paling cepat lima tahun dan paling lambat dalam jangka waktu satu tahun sebelum kontrak berakhir.
Menteri pun dalam memberikan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak dengan mempertimbangkan keberlanjutan operasi, optimalisasi potensi cadangan minerba dari Wilayah IUPK (WIUPK) untuk tahap kegiatan operasi produksi serta kepentingan nasional.
Namun di sisi lain, Menteri dapat menolak permohonan IUPK jika berdasarkan hasil evaluasi, pemegang kontrak tidak menunjukkan kinerja pengusahaan pertambangan yang baik.
Tapi sayangnya dalam UU Minerba ini tidak disebutkan kapan paling cepat dan lambat Menteri dapat memberikan keputusan pemberian IUPK ini.
Adapun UU No.3 tahun 2020 ini merupakan revisi dari UU No.4 tahun 2009 dan baru diundangkan secara resmi pada 10 Juni 2020. Namun demikian, Arutmin telah mengajukan perpanjangan sebelum UU Minerba yang baru ini berlaku. Setelah UU Minerba yang baru ini terbit, Ezra mengatakan pihaknya tidak perlu mengajukan kembali permohonan perpanjangan operasional tersebut.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bagaimana Nasib Perpanjangan IUPK Arutmin? Begini Kata ESDM