Thailand & 12 Negara Join 'Klub Resesi', Apa Indonesia Ikut?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 August 2020 16:01
reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 bisa dibilang tahun yang suram. Virus Covid-19 tiba-tiba muncul dan langsung melumpuhkan ekonomi global.

Tingginya daya jangkit virus ini membuat berbagai negara terpaksa melakukan penguncian alias lockdown. Praktis roda ekonomi langsung terhambat terutama di kuartal kedua tahun 2020 ini ketika virus corona sedang viral-viralnya di seantero dunia.

Hal ini tentu saja menyebabkan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP) yang biasanya digunakan untuk mengukur seberapa pesat pertumbuhan ekonomi di suatu negara menjadi terkontraksi alias tumbuh negatif.

Pada periode ini banyak negara yang terpaksa jatuh ke jurang resesi yang biasanya ditandakan oleh terkontraksinya GDP suatu negara selama dua periode berturut-turut.



Virus corona tentunya tidak pilih kasih, semua negara sedang berkutat bagaimana dalam menanggulangi virus yang suka terhadap kerumunan ini. Memang beberapa negara ada yang terdampak lebih parah dari negara lain.

Asia Tenggara

Bagaimana kondisi perekonomian di Asia Tenggara, siapakah yang menjadi korban terparah virus nCov-19, adakah yang sudah pulih?



Korban kebiadaban virus corona terparah pada kuartal kedua tahun 2020 ini dirasakan oleh Malaysia. Perekonomian Malaysia tercatat terkontraksi sampai 17,1% secara tahunan (YoY).

Salah satu penyebab tingginya kontraksi di Negeri Jiran adalah karena pemerintahnya tegas dalam menetapkan penguncian wilayah alias lockdown untuk memperlambat penyebaran virus Covid-19.

Apabila melihat kengerian negara tetangga yang ekonominya terkontraksi sampai belasan persen, sebenarnya Indonesia cukup 'beruntung' karena ekonominya hanya terkontraksi 5,3% YoY akan tetapi ternyata ada negara lain yang berhasil lolos dari jurang resesi baik teknikal maupun resesi sesungguhnya, bahkan ekonominya berhasil tumbuh di tengah pandemi.

Adalah negara Vietnam yang berhasil mengalami bertahan dari pandemi pada tahun 2020 ini. PDB negara tersebut di kuartal II-2020 masih mampu tumbuh 0,36% YoY. Walaupun memang menurut Bank Dunia pertumbuhan tersebut yang terburuk sejak 35 tahun terakhir.

"Namun Vietnam memiliki 'badan' yang cukup sehat dalam menghadapi pandemi Covid-19," tulis Bank Dunia dalam Blognya.

Keberhasilan PDB Vietnam dalam bertumbuh di tengah serangan corona tentunya tidak bisa lepas dari peran pemerintah Vietnam yang 'berlebihan' dalam bersiap menghadapi virus ini.

Penaganan wabah corona di Vietnam memang patut diacungi jempol. Terlepas dari pro kontra yang ada, jumlah penderita Covid-19 di Vietnam berhasil ditekan di bawah angka 1000. Dan kabar terakhir, hanya ada 22 kasus kematian.

Negara Lain yang Sudah Masuk Klub Resesi

Jepang

Perekonomian Jepang juga tak lepas dari resesi. Ekonomi negara ini sudah menyusut 27,8% di kuartal I 2020 secara tahunan (YoY) sebagaimana dikutip dari Trading Economics.

Pada kuartal II-2020, ekonomi Jepang terkontraksi -7,82% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Jauh lebih dalam ketimbang kontraksi pada kuartal sebelumnya yaitu -0,62% YoY sekaligus menjadi yang terparah sejak 1979.

Sedangkan secara kuartalan yang disetahunkan (annualized), ekonomi Jepang menyusut -27,8%. Ini menjadi kontraksi paling dalam sepanjang sejarah modern Jepang. Ekonomi Negeri Sakura sudah berada di teritori negatif sejak kuartal IV-2019. Jadi Jepang bukan hanya resesi, tetapi terhisap lebih dalam di lumpur resesi.

Korea Selatan

Korea Selatan masuk jurang resesi setelah Bank Sentral Korea (BOK) menyebut ekonomi negatif kembali di kuartal II 2020. Di mana PDB - 3,3% (QtQ).

Sebelumnya di kuartal-I, ekonomi turun 1,3%. Ekspor barang dan jasa di mana ekonomi yang bergantung, anjlok 16,6%, terburuk sejak kuartal terakhir 1963.



Dalam basis tahunan (YoY), PDB negara ini di kuartal-II minus 2,9% dari periode yang sama tahun lalu. Tapi, di kuartal-I lalu, ekonomi tumbuh 1,4%.

Hong Kong

Hantu resesi belum meninggalkan Hong Kong. Ekonomi kota di bawah pemerintahan China Daratan itu kembali mengalami kontraksi. Di kuartal II ekonomi Hong Kong minus 9% (YoY). Di basis kuartalan (QtQ), ekonomi minus 0,1% di kuartal II-2020 ini.

Ini adalah kontraksi empat kuartal berturut-turut untuk negara pusat ekonomi global tersebut. Aktivitas ekonomi sudah susut sejak pertengahan 2019, saat protes besar-besaran massa anti-China terjadi selama berbulan-bulan.

Inggris

Inggris mencatat pertumbuhan terburuk sejak 2009. Kantor Statistik Nasional, menyebutkan dalam basis tahunan (YoY), ekonomi berkontraksi atau -21,7% di kuartal II.

Sebelumnya di basis yang sama pada kuartal I 2020, ekonomi -1,7%. Sedangkan dalam basis kuartalan (QtQ) ekonomi -20,4%, sementara di kuartal I -2,2%.

Polandia

Polandia juga mengalami resesi teknikal. Salah satu negara di Eropa ini bahkan mengalami resesi teknikal pertama sejak akhir era komunis, lebih dari tiga dekade lalu.

Menurut data yang diterbitkan kantor Statistik Polandia pada Jumat (14/8/2020) mengatakan jika aturan penguncian (lockdown) akibat penyebaran corona (Covid-19) menjadi penyebab Polandia mengalami resesi teknikal.

Perekonomian Polandia susut 8,9% di kuartal II 2020 dalam basis kuartalan (QtQ). Sebelumnya di kuartal I 2020, ekonomi -0,4%. Di basis tahunan (YoY) ekonomi Polandia di kuartal II 20202 -8,2%. Sebelumnya ekonomi tumbuh 2% di kuartal I 2020.

Jerman

PDB Jerman ekonomi terbesar di Eropa mengalami kontraksi atau -2% (YoY) pada kuartal I tahun ini. Kontraksi berlanjut di kuartal II, di mana ekonomi minus 10,1% (YoY). Di basis tahunan (YoY) ekonomi -11,7 di kuartal II. Sementara kuartal I kemarin, ekonomi -2,3%.

Ini merupakan kontraksi paling dalam yang dialami Jerman sejak pencatatan PDB secara kuartalan yang dimulai pada 1970 silam.

Korea Selatan



Korea Selatan masuk jurang resesi setelah Bank Sentral Korea (BOK) menyebut ekonomi negatif kembali di kuartal II 2020. Di mana PDB - 3,3% (QtQ).

Sebelumnya di kuartal-I, ekonomi turun 1,3%. Ekspor barang dan jasa di mana ekonomi yang bergantung, anjlok 16,6%, terburuk sejak kuartal terakhir 1963.



Dalam basis tahunan (YoY), PDB negara ini di kuartal-II minus 2,9% dari periode yang sama tahun lalu. Tapi, di kuartal-I lalu, ekonomi tumbuh 1,4%.

Hong Kong

Hantu resesi belum meninggalkan Hong Kong. Ekonomi kota di bawah pemerintahan China Daratan itu kembali mengalami kontraksi. Di kuartal II ekonomi Hong Kong minus 9% (YoY). Di basis kuartalan (QtQ), ekonomi minus 0,1% di kuartal II-2020 ini.

Ini adalah kontraksi empat kuartal berturut-turut untuk negara pusat ekonomi global tersebut. Aktivitas ekonomi sudah susut sejak pertengahan 2019, saat protes besar-besaran massa anti-China terjadi selama berbulan-bulan.

Inggris

Inggris mencatat pertumbuhan terburuk sejak 2009. Kantor Statistik Nasional, menyebutkan dalam basis tahunan (YoY), ekonomi berkontraksi atau -21,7% di kuartal II.

Sebelumnya di basis yang sama pada kuartal I 2020, ekonomi -1,7%. Sedangkan dalam basis kuartalan (QtQ) ekonomi -20,4%, sementara di kuartal I -2,2%.

Polandia

Polandia juga mengalami resesi teknikal. Salah satu negara di Eropa ini bahkan mengalami resesi teknikal pertama sejak akhir era komunis, lebih dari tiga dekade lalu.

Menurut data yang diterbitkan kantor Statistik Polandia pada Jumat (14/8/2020) mengatakan jika aturan penguncian (lockdown) akibat penyebaran corona (Covid-19) menjadi penyebab Polandia mengalami resesi teknikal.

Perekonomian Polandia susut 8,9% di kuartal II 2020 dalam basis kuartalan (QtQ). Sebelumnya di kuartal I 2020, ekonomi -0,4%. Di basis tahunan (YoY) ekonomi Polandia di kuartal II 20202 -8,2%. Sebelumnya ekonomi tumbuh 2% di kuartal I 2020.

Jerman

PDB Jerman ekonomi terbesar di Eropa mengalami kontraksi atau -2% (YoY) pada kuartal I tahun ini. Kontraksi berlanjut di kuartal II, di mana ekonomi minus 10,1% (YoY). Di basis tahunan (YoY) ekonomi -11,7 di kuartal II. Sementara kuartal I kemarin, ekonomi -2,3%.

Ini merupakan kontraksi paling dalam yang dialami Jerman sejak pencatatan PDB secara kuartalan yang dimulai pada 1970 silam.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Indonesia?

 

Resesi ekonomi seakan menjadi tema besar tahun ini. Satu per satu negara di dunia jatuh ke jurang resesi akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang diatasi dengan pembatasan sosial (social distancing).

Teranyar, Singapura mengumumkan data output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) versi pembacaan kedua untuk periode kuartal II-2020. Selama April-Juni 2020, PDB Singapura mengalami kontraksi -13,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Lebih parah dibandingkan pembacaan awal yaitu -12,6% YoY.

Ini membuat Singapura terjebak semakin dalam di jurang resesi. Pada kuartal I-2020, PDB Singapura mengerut -0,3% YoY. Kontraksi ekonomi selama dua kuartal beruntun adalah definisi resesi.

Besok, Inggris akan mengumumkan pembacaan awal angka PDB kuartal II-2020. Konsensus yang dihimpun Trading Economics memperkirakan ada kontraksi -22,4% YoY. Jauh lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang turun -1,7%. Lagi-lagi Inggris pun bakal masuk ke teritori resesi.

Kemudian pada Jumat pekan ini akan ada rilis data pembacaan kedua angka PDB Zona Euro untuk kuartal II-2020. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi negara-negara pengguna mata uang tunggal tersebut membukukan kontraksi -3,1% dan konsensus Trading Economics memperkirakan ada kontraksi -15% pada kuartal berikutnya.

Resesi yang 'bergentayangan' di hampir seluruh negara membuat Indonesia wajib waspada. Indonesia memang belum masuk resesi karena ekonomi masih tumbuh 2,97% YoY pada kuartal I-2020 meski pada kuartal selanjutnya terkontraksi -5,32% YoY.
Penentuan akan terjadi pada kuartal III-2020. Jika ada kontraksi lagi, maka Indonesia secara sah dan meyakinkan sudah masuk kurang resesi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah melontarkan janji untuk membawa Indonesia terhindar dari resesi. Caranya adalah memanfaatkan kebijakan fiskal semaksimal mungkin agar ekonomi Tanah Air bisa tumbuh.

Peran belanja pemerintah dalam pembentukan PDB nasional memang kecil, tidak sampai 10%. Namun konsumsi pemerintah bisa menjadi katalis, pemantik, pendorong, perangsang agar aktivitas lainnya bisa ikut bergerak.

Misalnya, pengeluaran pemerintah bisa menjadi sarana pendorong konsumsi rumah tangga. Ini bisa dilakukan dengan pemberian gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau perluasan bantuan sosial (bansos).

Jokowi sudah meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 44/2020 yang berisi tunjangan ke-13 bagi PNS, TNI/Polri, dan pensiunan/purnawirawan. Bahkan di bagian konsiderans beleid ini disebutkan langsung bahwa pemberian gaji ke-13 bertujuan menjaga daya beli dan konsumsi rumah tangga.

"Bahwa penyebaran Coronavirus Disease-20l9 juga berimplikasi pada perekonomian nasional dan kehidupan sosial sehingga perlu dilakukan upaya stimulus dan stabilisasi sosial ekonomi khususnya berupa pemberian Gaji, Pensiun, Tunjangan, atau Penghasilan ketiga belas kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Non-pegawai Negeri Sipil, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan dengan memperhatikan rasa kemanusiaan, empati kepada sesama, dan kemampuan keuangan negara," demikian bunyi konsiderans huruf (b) PP 44/2020.

Selain gaji ke-13, pemerintah juga akan memperluas bansos. Kelas menengah yang selama ini tidak menjadi sasaran bakal ikut menerima 'subsidi' dari negara.

Pemerintah akan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta/bulan. BLT akan bernilai Rp 600.000/bulan dan diberikan selama empat bulan.

Kelas menengah memang boleh dibilang kelompok yang serba susah. Penghasilan pas-pasan, mungkin hanya bisa bertahan dari gajian ke gajian. Namun mereka tidak berhak mendapat bantuan dari pemerintah karena tidak bisa dibilang miskin.

Padahal kekuatan konsumsi Indonesia ada di kelas menengah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan PDB per kapita Indonesia pada 2019 adalah Rp 59,1 juta/tahun atau setara Rp 4,92 juta/bulan. Inilah mereka, para kelas menengah yang akan mendapat BLT dari negara.

Pada kuartal II-2020, konsumsi rumah tangga anjlok -5,51% YoY. Dengan kontribusinya yang mencapai 57,85% dalam pembentukan PDB, tidak heran ekonomi Indonesia terkontraksi saat konsumsi rumah tangga bermasalah.

Oleh karena itu, kunci untuk menjaga Indonesia agar tidak merasakan resesi adalah mendongrak konsumsi rumah tangga. Dengan kondisi prihatin seperti ini, sulit berharap konsumsi rumah tangga bisa pulih dengan sendirinya.

Pemerintah harus memainkan peran dalam menggenjot konsumsi rumah tangga. Sejauh ini gaji ke-13 dan peluasan bansos adalah langkah yang tepat.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Welcome to The Club! Thailand Resmi Resesi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular