Kontraksi Tajam di Kuartal II, Eropa Dirundung Resesi

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 August 2020 17:38
People are pictured outside the European Commission headquarters in Brussels, Belgium June 14, 2017Photo by Francois Lenoir/Reuters
Foto: Reuters/Francois Lenoir

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada pembacaan data pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun 2020, output Zona Euro dan Uni Eropa dilaporkan menyusut secara tajam. Lockdown yang masif diterapkan di negara-negara dengan ekonomi terbesar di Eropa telah menyeret Benua Biru ke dalam resesi terdalam sepanjang sejarah.

Zona Euro merupakan 19 negara di kawasan Eropa yang menerapkan mata uang euro, sementara Uni Eropa beranggotakan 27 negara. Trading Economics melaporkan output perekonomian Zona Euro mengalami kontraksi sebesar 12,1% pada periode April-Juni 2020. 

Kontraksi yang tercatat tidak jauh berbeda dengan pembacaan pertama angka PDB Eurozone pada 31 Juli lalu. Sebelumnya pada kuartal pertama ekonomi Zona Euro mengalami kontraksi sebesar 3,6%.

Sementara itu untuk ekonomi Uni Eropa tercatat mengalami penyusutan sebesar 11,9% di kuartal kedua dan 3,2% pada kuartal pertama. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, output perekonomian Zone Euro dan Uni Eropa masing-masing terkontraksi sebesar -15% (YoY) dan -14,4% (YoY).

Ekonomi EropaSumber : Eurostat

Kontraksi yang terjadi pada triwulan kedua tahun ini tersebut merupakan kontraksi paling parah sejak pencatatan data ekonomi Eropa 25 tahun silam atau tepatnya pada 1995. Kontraksi dua kuartal secara beruntun sah menuntun ekonomi Benua Biru terjerembab ke jurang resesi. 

Mau bagaimana lagi, empat perekonomian terbesar di Eropa yakni Jerman, Italia, Spanyol dan Perancis juga mencatatkan penyusutan PDB yang sangat signifikan pada kuartal kedua.

Data Trading Economics menunjukkan ekonomi Negeri Panser menyusut 10,1%, output Negeri Matador terkontraksi hingga 18,5% sementara untuk kota Mode dan Negeri asal Serie A PDB-nya mengalami kontraksi masing-masing sebesar 13,8% dan 12,4% pada kuartal kedua tahun ini.

Penyebab utama penyusutan yang tajam tak terlepas dari upaya keempat negara tersebut untuk menekan persebaran wabah Covid-19 di negaranya melalui lockdown yang masif juga ketat.

Data Badan Energi Internasional (IEA) mencatat lockdown di keempat negara tersebut dimulai pada awal hingga pertengahan Maret. Di akhir Maret pembatasan diperketat. Lockdown baru dilonggarkan di akhir April hingga awal Mei.

LockdownSumber : International Energy Agency (IEA)

Satu bulan lebih, negara-negara tersebut berada dalam karantina telah membuat aktivitas ekonomi seolah mati suri, sehingga wajar saja jika kontraksi ekonomi empat negara tersebut juga menyeret Benua Biru ke dalam resesi yang sangat dalam.

Di sisi lain ekonomi Eropa yang saling bergantung satu dengan lainnya juga membuat resesi menjadi semakin parah. Dengan adanya perdagangan bebas, kebergantungan antara satu negara di Eropa dengan negara lainnya membuat kondisi semakin parah mengingat pandemi Covid-19 membawa pukulan ganda baik dari sisi demand maupun supply.

Mitra dagang Eropa lainnya adalah AS dan China. Data Eurostat menunjukkan perdagangan antara Eropa dengan AS maupun China pada Maret lalu tercatat masing-masing sebesar 616 miliar euro dan 560 miliar euro atau menyumbang 15,2% dan 13,8% dari total perdagangan.

Seperti diketahui bersama, meski ekonomi China mampu tumbuh positif tetapi ekonomi AS mengalami kontraksi yang sangat dalam pada kuartal kedua. Seperti halnya AS-China, Eropa juga terlibat kisruh masalah perdagangan dengan Negeri Paman Sam. Konflik ini tentunya membuat prospek perekonomian Eropa memburuk.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IMF Ramal Eropa Bakal Diterjang Resesi yang Lebih Dalam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular