
Jadi Topik Hangat, Apa itu Resesi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai negara di dunia mulai resesi akibat pandemi global virus corona (Covid-19). Mulai dari Amerika Serikat, Inggris, hingga Singapura. Bahkan Indonesia juga disinyalir akan bernasib sama seperti negara-negara tersebut.
Tapi, apa sih resesi itu? Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Para ahli menyatakan resesi ketika ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif, meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan ukuran kontraksi pendapatan dan manufaktur untuk jangka waktu yang lama.
Bisa dikatakan, resesi sudah dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis, atau irama ekspansi dan kontraksi reguler yang terjadi dalam perekonomian suatu negara.
Pada tahun 1974, ekonom Julius Shiskin memberikan beberapa aturan praktis untuk mendefinisikan resesi. Aturan yang paling populer adalah penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut.
Menurut Shiskin, ekonomi yang sehat berkembang dari waktu ke waktu, sehingga dua perempat produksi yang menyusut menunjukkan ada masalah mendasar yang serius. Definisi resesi ala Shiskin ini menjadi standar umum selama bertahun-tahun.
Lalu, apa yang menyebabkan terjadinya resesi?
Menurut laporan Forbes, setidaknya ada 6 fenomena utama yang dapat menyebabkan sebuah negara terjun ke dalam jurang resesi, yaitu:
Guncangan ekonomi yang tiba-tiba: Guncangan ekonomi yang muncul tiba-tiba adalah masalah yang dapat menimbulkan kerusakan finansial yang serius. Pandemi global virus corona ini merupakan salah satu contoh peristiwa yang dapat mematikan ekonomi di seluruh dunia tanpa peringatan.
Utang yang berlebihan: Memiliki hutang yang berlebihan juga dapat menyebabkan resesi, apalagi ketika individu atau sebuah bisnis memiliki terlalu banyak hutang dan tidak mampu membayar tagihan tersebut. Meningkatnya default hutang dan kebangkrutan dapat dengan mudah membalikkan perekonomian.
Gelembung aset: Ketika keputusan investasi didorong oleh emosi, hasilnya dapat berdampak buruk. Investor bisa menjadi terlalu optimis selama ekonomi kuat dan mulai menggembungkan pasar saham atau gelembung real estat. Ketika gelembung itu meletus, panic selling dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.
Terlalu banyak inflasi: Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan ternyata dapat menyebabkan resesi.
Terlalu banyak deflasi: Deflasi adalah saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut, dan selanjutnya menekan harga. Baik inflasi dan deflasi, jika tak terkendali sudah pasti dapat menyebabkan resesi. Ketika umpan balik deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti berbelanja, yang merusak ekonomi.
Perubahan teknologi: Penemuan baru memang meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, namun ternyata juga dapat menyebabkan resesi. Contohnya saat Revolusi Industri membuat banyak profesi menjadi tak lagi berguna dan ini dapat memicu resesi.
