Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi ekonomi seakan menjadi tema besar tahun ini. Satu per satu negara di dunia jatuh ke jurang resesi akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang diatasi dengan pembatasan sosial (social distancing).
Teranyar, Singapura mengumumkan data output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) versi pembacaan kedua untuk periode kuartal II-2020. Selama April-Juni 2020, PDB Singapura mengalami kontraksi -13,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Lebih parah dibandingkan pembacaan awal yaitu -12,6% YoY.
Ini membuat Singapura terjebak semakin dalam di jurang resesi. Pada kuartal I-2020, PDB Singapura mengerut -0,3% YoY. Kontraksi ekonomi selama dua kuartal beruntun adalah definisi resesi.
Besok, Inggris akan mengumumkan pembacaan awal angka PDB kuartal II-2020. Konsensus yang dihimpun Trading Economics memperkirakan ada kontraksi -22,4% YoY. Jauh lebih dalam ketimbang kuartal sebelumnya yang turun -1,7%. Lagi-lagi Inggris pun bakal masuk ke teritori resesi.
Kemudian pada Jumat pekan ini akan ada rilis data pembacaan kedua angka PDB Zona Euro untuk kuartal II-2020. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi negara-negara pengguna mata uang tunggal tersebut membukukan kontraksi -3,1% dan konsensus Trading Economics memperkirakan ada kontraksi -15% pada kuartal berikutnya.
Resesi yang 'bergentayangan' di hampir seluruh negara membuat Indonesia wajib waspada. Indonesia memang belum masuk resesi karena ekonomi masih tumbuh 2,97% YoY pada kuartal I-2020 meski pada kuartal selanjutnya terkontraksi -5,32% YoY.
Penentuan akan terjadi pada kuartal III-2020. Jika ada kontraksi lagi, maka Indonesia secara sah dan meyakinkan sudah masuk kurang resesi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah melontarkan janji untuk membawa Indonesia terhindar dari resesi. Caranya adalah memanfaatkan kebijakan fiskal semaksimal mungkin agar ekonomi Tanah Air bisa tumbuh.
Peran belanja pemerintah dalam pembentukan PDB nasional memang kecil, tidak sampai 10%. Namun konsumsi pemerintah bisa menjadi katalis, pemantik, pendorong, perangsang agar aktivitas lainnya bisa ikut bergerak.
 Badan Pusat Statistik |
Misalnya, pengeluaran pemerintah bisa menjadi sarana pendorong konsumsi rumah tangga. Ini bisa dilakukan dengan pemberian gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau perluasan bantuan sosial (bansos).
Jokowi sudah meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 44/2020 yang berisi tunjangan ke-13 bagi PNS, TNI/Polri, dan pensiunan/purnawirawan. Bahkan di bagian konsiderans beleid ini disebutkan langsung bahwa pemberian gaji ke-13 bertujuan menjaga daya beli dan konsumsi rumah tangga.
"Bahwa penyebaran Coronavirus Disease-20l9 juga berimplikasi pada perekonomian nasional dan kehidupan sosial sehingga perlu dilakukan upaya stimulus dan stabilisasi sosial ekonomi khususnya berupa pemberian Gaji, Pensiun, Tunjangan, atau Penghasilan ketiga belas kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Non-pegawai Negeri Sipil, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan dengan memperhatikan rasa kemanusiaan, empati kepada sesama, dan kemampuan keuangan negara," demikian bunyi konsiderans huruf (b) PP 44/2020.
Selain gaji ke-13, pemerintah juga akan memperluas bansos. Kelas menengah yang selama ini tidak menjadi sasaran bakal ikut menerima 'subsidi' dari negara.
Pemerintah akan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta/bulan. BLT akan bernilai Rp 600.000/bulan dan diberikan selama empat bulan.
Kelas menengah memang boleh dibilang kelompok yang serba susah. Penghasilan pas-pasan, mungkin hanya bisa bertahan dari gajian ke gajian. Namun mereka tidak berhak mendapat bantuan dari pemerintah karena tidak bisa dibilang miskin.
Padahal kekuatan konsumsi Indonesia ada di kelas menengah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan PDB per kapita Indonesia pada 2019 adalah Rp 59,1 juta/tahun atau setara Rp 4,92 juta/bulan. Inilah mereka, para kelas menengah yang akan mendapat BLT dari negara.
Pada kuartal II-2020, konsumsi rumah tangga anjlok -5,51% YoY. Dengan kontribusinya yang mencapai 57,85% dalam pembentukan PDB, tidak heran ekonomi Indonesia terkontraksi saat konsumsi rumah tangga bermasalah.
Oleh karena itu, kunci untuk menjaga Indonesia agar tidak merasakan resesi adalah mendongrak konsumsi rumah tangga. Dengan kondisi prihatin seperti ini, sulit berharap konsumsi rumah tangga bisa pulih dengan sendirinya.
Pemerintah harus memainkan peran dalam menggenjot konsumsi rumah tangga. Sejauh ini gaji ke-13 dan peluasan bansos adalah langkah yang tepat.
TIM RISET CNBC INDONESIA