
Menanti Helikopter Uang Jokowi Feat Sri Mulyani (Lagi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kita pasti pernah melihat adegan atau terlibat dalam situasi darurat, di mana para korban menunggu untuk dievakuasi atau mendapatkan bantuan. Lalu, datanglah helikopter penyelamat, yang membawa pertolongan dan harapan.
Di tengah wabah pandemi COVID-19, para pelaku usaha dan industri tahun ini bakal melihat helikopter demikian dari pemerintah, yang bakal melemparkan bergepok-gepok uang untuk disalurkan ke mereka guna memastikan semuanya bisa bertahan hingga situasi yang terburuk usai.
Helikopter yang dimaksud sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penandangan Pandemi Corona Virus.
Ini menjadi kali pertama dalam sejarah republik menerapkan kebijakan tersebut, dan kali pertama defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melewati angka 3% dari prpdik domestik bruto (PDB), menganulir ketentuan dalam UU Keuangan Negara 17/2003.
Istilah 'helikopter uang' diperkenalkan oleh ekonom Milton Friedman pada tahun 1969 untuk menyebut pelonggaran moneter yang tak biasa. Kebijakan ini diambil dalam situasi tak wajar, yakni ketika terjadi kekeringan likuiditas sementara perekonomian stagnan karena hal tak terduga.
Kebijakan ini sudah banyak diterapkan oleh negara maju. Hanya saja, mereka memakai bahasa yang lebih keren, yakni pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE).
Tidak ada helikopter betulan di sini, hanya saja otoritas moneter bertindak seperti itu: membawa dana segar untuk memborong surat berharga milik pemerintah maupun swasta. Tak hanya di pasar sekunder (lewat transaksi pasar), melainkan juga di pasar primer (membeli langsung dari pihak penerbit).
Dus, investor dan pelaku usaha pun mendapatkan bergepok-gepok uang yang dapat mereka gunakan untuk membiayai kebutuhan operasional mereka atau untuk melanjutkan ekspansi, yang pada gilirannya membuka lapangan kerja dan memutar perekonomian.
Dalam konteks saat ini, BI akan membawa helikopter uang ke Kementerian Keuangan yang kemudian duitnya disalurkan ke sektor riil. Maklum saja, dengan defisit di atas 3%--menggeser rekor defisit tertinggi tahun 2015 (sebesar 2,59%), penerbitan surat utang bakal menjadi jalan satu-satunya yang termudah.
Bantuan Helikopter Uang A La Jokowi
Bukti sebaran helikopter uang pemerintah terlihat dari alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional yang sudah mencapai Rp 695 triliun. Dana tersebut sudah mengalami kenaikan beberapa kali karena dampak pandemi yang semakin besar.
Angggaran PEN disebar kepada beberapa bidang mulai dari kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, UMKM Rp 123,46 triliun dan pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun serta sektoral K/L dan pemda Rp 106,11 triliun.
Untuk kesehatan, pemerintah menggunakan belanja untuk penanganan Covid-19, insentif tenaga medis hingga insentif perpajakan di bidang kesehatan. Perlindungan sosial digunakan untuk program bantuan sosial sembako, PKH, diskon listrik hingga bantuan langsung tunai Dana Desa.
Selanjutnya insentif usaha diberikan untuk pembebasan PPh 22 impor, PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) hingga penurunan tarif PPh Badan. UMKM untuk subsidi bunga hingga penempatan restrukturisasi.
Pembiayaan korporasi, yakni untuk penempatan dana restrukturisasi program padat karya, penjaminan modal kerja hingga Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
Sementara itu, yang terbaru adalah penempatan dana pemerintah di perbankan baik bank umum maupun bank pembangunan daerah (BPD). Program ini masuk dalam sektoral K/L dan Pemda. Untuk penempatan dana di perbankan, Sri Mulyani menyiapkan anggaran sebesar Rp 50 triliun yang ditempatkan pada bank Himbara Rp 30 triliun dan BPD Rp 20 triliun.
Selain itu, melalui PT Sarana Multi Infrastrktur (SMI), Sri Mulyani juga memberikan pinjaman kepada pemerintah provinsi dalam rangka pemulihan ekonomi daerahnya. Untuk saat ini setidaknya ada dua pemprov yang mengajukan pinjaman, yakni DKI Jakarta dan Jawa Barat.
DKI Jakarta mengajukan pinjaman sebesar Rp 12,5 triliun yang akan diberikan Rp 4,5 triliun tahun ini dan Rp 8 triliun pada tahun 2021. Jabar mengajukan pinjaman Rp 4 triliun yang akan diberikan Rp 1,9 triliun pada 2020 dan Rp 2,09 triliun pada 2021.
Subsidi Gaji sampai Gaji ke13
Pemerintah merasa alokasi anggaran PEN masih belum cukup mengatasi dampak corona terhadap perekonomian. Maka dari itu, pemerintah kembali merilis stimulus baru yang diharapkan bisa mengurangi dampak negatif corona terhadap pendapatan masyarakat.
Pertama, memberikan bantuan dengan mengurangi beban listrik bagi dunia usaha yakni industri bisnis dan sosial. Dimana, dalam hal ini pemerintah akan meminta PLN menghilangkan biaya minimum tagihan listrik kepada industri bisnis dan sosial yang tertekan karena pandemi Covid-19.
Dengan demikian, maka pelaku usaha di sektor tersebut hanya perlu membayar tagihan listrik sesuai dengan penggunaannya. Untuk ini pemerintah menyiapkan anggaran Rp 3 triliun sebagai kompensasi kepada PLN.
Kemudian, pemerintah juga akan menurunkan kembali cicilan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 yang selama ini telah diberikan diskon 30%, dan akan diturunkan lagi menjadi 50%.
Selanjutnya, untuk mendorong konsumsi, pemerintah akan memberikan tambahan bantuan sosial (bansos) untuk penerima Program Keluarga Harapan (PKH) berupa beras seberat 15 kg. Ini akan diberikan kepada 10 juta masyarakat dengan total anggaran Rp 4,6 triliun.
Lalu, pemerintah juga akan memberikan bantuan tunai Rp 500 ribu bagi penerima kartu sembako di luar PKH. Ini diberikan kepada sekitar 10 juta masyarakat dengan total anggaran Rp 5 triliun yang akan mulai dibayarkan pada Agustus ini.
Ada juga bantuan sosial produktif bagi 12 juta UMKM yang masing-masing mendapatkan Rp 2,4 juta. Adapun total anggaran yang disediakan sebesar Rp 30 triliun.
Pemerintah juga akan memberikan bantuan berupa tambahan gaji kepada pegawai swasta yang gajinya di bawah Rp 5 juta per bulan. Ini akan diberikan kepada sekitar 13 juta pegawai dengan total anggaran Rp 31,2 triliun.
Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan aturan teknis pelaksanaan pencarian gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Meskipun tidak semua PNS mendapatkan gaji ke-13, namun kebijakan ini diharapkan bisa memompa perekonomian nasional.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Kecewa! Helikopter Uang Tak Disebar, Malah 'Ngendon'
