
RI Ternyata "Langganan" Resesi Teknikal 5 Tahun Terakhir

Definisi populer resesi (yang berbasis kontraksi dua kali secara kuartalan) dipegang berbagai media global seperti misalnya CNBC International dan BBC. Keduanya menilai Korea Selatan mengalami resesi teknikal pada kuartal kedua, berbasis perhitungan kontraksi kuartalan.
Padahal, kondisi Korsel sama seperti Indonesia, yakni mengalami kontraksi PDB dua kali secara kuartalan, tapi secara tahunan baru mengalami kontraksi sekali pada kuartal kedua. AS juga bernasib sama dengan terkontraksi beruntun hanya secara kuartalan.
Jika mengacu pada definisi tersebut, maka negeri ini menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia telah mengalami resesi teknikal sebanyak tujuh kali terhitung sejak tahun 1993 sampai dengan sekarang. Satu resesi teknikal terjadi pada era 1997, dan enam lainnya terjadi di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Uniknya, kontraksi dua kuartal berturut-turut di era Jokowi tersebut selalu terjadi pada pergantian tahun, yakni pada kuartal IV di tahun pertama dan di kuartal I tahun selanjutnya. Belum ada penjelasan resmi mengenai fenomena ini.
PERIODE | (%) |
Dec-97 | -2.06 |
Mar-98 | -8.52 |
Jun-98 | -8.75 |
Dec-14 | -2.07 |
Mar-15 | -0.16 |
Dec-15 | -1.73 |
Mar-16 | -0.36 |
Dec-16 | -1.81 |
Mar-17 | -0.30 |
Dec-17 | -1.70 |
Mar-18 | -0.41 |
Dec-18 | -1.69 |
Mar-19 | -0.52 |
Dec-19 | -1.74 |
Mar-20 | -2.41 |
Jun-20 | -4.19 |
Sumber: CEIC
Mengacu pada tren belanja pemerintah, kuartal satu selalu jadi masa paceklik karena pencairan anggaran yang lambat. Hanya saja, konsumsi pemerintah selama ini hanya menyumbang 8-10% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga dampaknya tak signifikan terhadap kontraksi.
Konsumsi rumah tangga yang selama ini menyumbang separuh lebih PDB nasional cenderung melemah akibat kenaikan beberapa biaya pokok. Misalnya kenaikan harga BBM subsidi pada akhir 2015 yang efeknya awet hingga awal 2016. Lalu, ada kenaikan tarif dasar listrik untuk pelanggan daya di atas 900 watt pada akhir 2016 dan awal 2017.
Selain itu, harga komoditas dunia juga cenderung menurun pada beberapa periode pergantian tahun. Misalnya pada kuartal IV-2018, di mana harga minyak sawit dunia di bursa Malaysia turun menjadi US$ 513 per ton, dari poisi kuartal sebelumnya di level US$ 525 per ton.
Tren serupa terjadi pada kuartal IV 2017 di mana harga sawit dunia turun ke US$ 616 per ton, dari posisi kuartal sebelumnya US$ 638 per ton. Mengacu pada data BPS, sektor agrikultur selama 5 tahun terakhir memang menyumbang 13%-14% PDB, atau di posisi kedua setelah manufaktur yang menyumbang 20% PDB.
Kali ini, di tengah pandemi, untuk pertama kali sejak krisis 1997 Indonesia mencatatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi kuartalan selama tiga triwulan berurutan. Ini tentu menjadi catatan penting bagi pemerintah agar mengambil kebijakan lebih sigap untuk mengatasi itu.
Jadi, Bu Sri Mulyani ada benarnya ketika mengatakan Indonesia belum resesi. Namun, jangan sampai resesi teknikal berujung pada resesi beneran, karena penyerapan tenaga kerja ambruk sembilan bulan lebih dan sektor mayoritas sektor industri tak mampu menyerap tenaga kerja.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)[Gambas:Video CNBC]