
Ada 'Jejak' Rusia di Balik Ledakan Maha Dahsyat Lebanon?

Jakarta, CNBC Indonesia - Hasil penyelidikan awal terhadapĀ ledakan dahsyat yang terjadi di Beirut, Lebanon, menemukan bahwa penyebabnya adalah akibat sebuah kelalaian. Di mana otoritas negara itu telah mengabaikan peringatan pejabat setempat soal bahaya yang bisa ditimbulkan oleh tumpukan amonium nitrat dalam skala besar yang disimpan di pelabuhan Beirut.
Amonium nitrat tersebut merupakan barang muatan yang sedang berusaha dikirim dengan kapal milik orang Rusia pada tahun 2013. Kapal yang dinamakan MV Rhosus itu membawa 2.750 metrik ton amonium nitrat, yang biasa digunakan sebagai pupuk dan bahan peledak untuk pertambangan.
Kapal yang berlayar dari Batumi, Georgia dan bertujuan melakukan pengiriman ke Mozambik itu berhenti di Beirut karena mengalami kesulitan keuangan. Masalah itu telah membuat awak kapalnya yang adalah orang Rusia dan Ukraina resah.
Direktur Bea Cukai Lebanon, Badri Daher mengatakan kapal itu tidak pernah meninggalkan pelabuhan Beirut sejak pertama tiba, meskipun berulang kali diperingatkan olehnya dan pejabat lainnya bahwa muatan mereka berbahaya.
Pendahulu Daher, Chafic Merhi, juga telah mengeluarkan peringatan yang sama pada hakim soal muatan kapal itu.
"Karena bahaya ekstrim yang ditimbulkan oleh barang-barang yang disimpan dalam kondisi iklim yang tidak sesuai ini, kami tegaskan kembali permintaan kami kepada Otoritas Pelabuhan untuk segera mengekspor kembali barang-barang tersebut untuk menjaga keamanan pelabuhan dan mereka yang bekerja di dalamnya," kata Merhi, dalam suratnya kepada hakim yang terlibat dalam kasus tersebut pada 2016 lalu.
Namun demikian, pihak berwenang Lebanon belum menyebut MV Rhosus sebagai sumber zat yang akhirnya meledak di Beirut pada hari Selasa lalu itu. Tetapi, Perdana Menteri Hassan Diab mengatakan ledakan dahsyat itu disebabkan oleh 2.750 ton amonium nitrat.
Dia menambahkan bahwa zat tersebut telah disimpan selama enam tahun di gudang pelabuhan tanpa tindakan pengamanan, sehingga membahayakan keselamatan warga.
Kepala keamanan umum Lebanon juga hanya mengatakan ada bahan yang sangat mudah meledak telah disita bertahun-tahun sebelumnya dan disimpan di gudang di pelabuhan.
Terkait alasan kapal tidak melanjutkan perjalanan, Boris Prokoshev, kapten kapal itu mengatakan bahwa mereka sengaja memutar haluan ke Beirut setelah mendapat telepon dari pemilik kapal bahwa dia kehabisan uang dan mereka harus mengambil kargo tambahan untuk menutupi biaya perjalanan.
Sayangnya, kapal berbendera Moldova dan dimiliki oleh sebuah perusahaan bernama Teto Shipping itu justru ditahan oleh otoritas pelabuhan setempat karena dianggap melakukan pelanggaran berat dalam mengoperasikan kapal, belum membayar biaya ke pelabuhan, dan juga akibat adanya pengaduan yang diajukan oleh awak Rusia dan Ukraina.
Prokoshev mengatakan bahwa para pelaut telah berada di kapal selama 11 bulan dengan sedikit persediaan. Untuk itu ia telah meminta bantuan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Saya menulis kepada Putin setiap hari ... Akhirnya kami harus menjual bahan bakar dan menggunakan uang itu untuk menyewa pengacara karena tidak ada bantuan, pemilik bahkan tidak memberi kami makanan atau air," kata Prokoshev dalam wawancara radio dengan Echo Moscow, Rabu.
(res/res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ledakan Maha Dahsyat Guncang Beirut Lebanon, 70 Orang Tewas
