
Karyawan Dapat BLT Rp 600 Ribu, Ampuhkah Dongkrak Ekonomi?

Untuk mendongkrak daya beli masyarakat juga tak sekedar mengandalkan bansos saja. Belanja pemerintah yang diharapkan membawa dampak spill over juga harus ditingkatkan.
Namun bukannya meningkat, serapan anggaran kementerian dan lembaga malah rendah. Data BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi kolektif pemerintah justru malah turun 6,9% (yoy).
Saat pandemi seperti sekarang ini, angka pengangguran meningkat. Pendapatan masyarakat pun menurun. Daya beli akhirnya tergerus. Kenaikan angka kemiskinan merupakan suatu keniscayaan.
Sebelum wabah merebak dengan ganas saja, angka kemiskinan di Tanah Air meningkat. Apalagi setelah pandemi, tingkat kemiskinan kemungkinan besar akan kembali ke dobel digit. Pasalnya penduduk miskin di Indonesia memang berada di angka 20-an juta, tetapi yang rentan miskin jumlahnya ada sebanyak 115 juta menurut Bank Dunia.
Proyeksi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menunjukkan kemungkinan akan ada tambahan penduduk miskin sebanyak 1,16 juta hingga 3,78 juta. Sementara itu menurut Bank Dunia dan SMERU kenaikan angka kimiskinan di Tanah Air berpotensi bertambah sebanyak masing-masing 5,6-9,6 juta dan 1,3-8,6 juta orang.
Sebenarnya bansos yang dialokasikan untuk pegawai swasta ini memang harus ada. Namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah agar programnya terlaksana dan tepat sasaran.
Faktor-faktor tersebut tentunya seperti validitas data, skema pendistribusian, serapan anggaran pemerintah hingga penanganan pandemi itu sendiri. Aspek-aspek inilah yang pada akhirnya akan menentukan seberapa efektif pemberian bansos untuk mendongkrak konsumsi sebagai penopang utama ekonomi RI.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]