
Konsumen Tak Kunjung Pede, Bisakah RI Hindari Resesi?

Data ini menggambarkan bahwa rasanya masa-masa paling prihatin akibat pandemi virus corona (Coronavirus Diseasse-2019/Covid-19) sudah berlalu. Kuartal II-2020 menjadi titik nadir, selepas itu ekonomi mulai pulih seiring dengan pelonggaran PSBB.
Pada kuartal II-2020, output perekonomian (Produk Domestik Bruto/PDB) Indonesia terkontraksi alias tumbuh negatif 5,32% year-on-year (YoY). Ini menjadi catatan terendah sejak 1999.
Kalau pada kuartal III-2020 ekonomi minus lagi, maka Indonesia resmi masuk masa resesi. Namun ada harapan Indonesia tidak terjerumus ke jurang resesi, karena pada kuartal III-2020 kontraksi sepertinya tidak terulang.
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, memperkirakan ekonomi Ibu Pertiwi pada Juli-September 2020 akan tumbuh di kisaran 0-0,5%. Kemudian pada kuartal IV-2020, PDB bakal tumbuh lebih tinggi yaitu mendekati 3%.
Namun walau ekonomi diyakini akan membaik, prosesnya tidak akan cepat. Maklum, hantaman PSBB sangat keras sehingga butuh waktu untuk bangkit.
Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari 50% dalam pembentukan PDB, masih lemah meski PSBB sudah dilonggarkan. Pendapatan masyarakat memang meningkat dibandingkan saat PSBB, tetapi masih jauh di bawah pra-pandemi.
"Contoh, pendapatan 10 pengemudi ojek online yang kami wawancarai pada 15-17 Juli bisa mencapai rata-rata Rp 165.500/hari sebelum pandemi. Saat PSBB diberlakukan, pendapatan mereka turun sampai Rp 23.000/hari dan saat ini sudah naik tetapi hanya menjadi Rp 42.500/hari. Pendapatan masyarakat, terutama di kelompok menengah-bawah yang bekerja di sektor informal, masih jauh di bawah level pra-pandemi," papar Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, dalam risetnya.
Well, masa depan memang sangat samar-samar. Memang ada harapan Indonesia bisa terhindar dari resesi, tetapi risiko resesi bukannya tidak ada sama sekali. Bahkan risiko itu lumayan tinggi, apalagi kalau PSBB diketatkan lagi gara-gara lonjakan kasus corona.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]