Kontrak Migas Tak Lagi Wajib Gross Split, Pertamina Cs Happy?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
04 August 2020 12:55
Oil pump silhouette at night. Foto: kotkoa / Freepik
Foto: Ilustrasi kilang minyak (Kotkoa / Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak lagi mewajibkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas untuk menggunakan skema gross split. Kebebasan KKKS dalam memilih kontrak diharapkan akan meningkatkan investasi di hulu migas.

Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 15 Juli 2020 menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Aturan baru ini disambut baik oleh kontraktor migas.

Vice President Commercial and Business Development ConocoPhillips Taufik Ahmad mengatakan, bagi investor hulu migas, peraturan baru yang dikeluarkan dengan memberikan pilihan jenis Production Sharing Contract (PSC) menjadi kabar baik. Soal PSC mana yang lebih cocok akan tergantung dengan kondisi dan keekonomian dari masing-masing blok.

"Selain jenis PSC yang fleksibel dan fiscal terms yang menarik, yang juga penting bagi investor hulu migas adalah adalah proses bisnis yang efisien," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/8/2020).

Selain itu, ada kepastian dari semua pemangku kepentingan yang terkait. Karena investasi yang dilakukan biasanya jumlahnya sangat besar.

"Dan keekonomiannya sangat sensitif terhadap kepastian waktu dari berbagai proses bisnis dan keputusan yang diperlukan," kata Taufik.



Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman mengatakan, dari internal Pertamina, pihaknya sedang melakukan review mengenai Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 beserta opsi-opsinya.

"Tentunya Pertamina akan mengikuti peraturan yang ada dan apabila diperlukan dapat mengajukan opsi terbaik yang disesuaikan dengan keekonomian lapangan," ujar Fajriyah.

Penerbitan Permen Nomor 12 Tahun 2020 merupakan wujud dari pernyataan Arifin terkait kontrak bagi hasil migas yang disampaikannya dalam sejumlah kesempatan. Misalnya saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (10/1/2020).

"Sudah bisa dua (dua skema dalam kontrak bagi hasil migas yaitu gross split dan cost recovery)," kata Arifin.

Meskipun demikian, Ia mengatakan akan dilakukan pembenahan terhadap skema cost recovery. Sebab, skema itu dianggap masih memiliki beberapa kekurangan.

"Tapi kita benahin dulu cost recovery. Ya kita lihat yang kurang-kurang pas gitu," ujar Arifin.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Produksi Minyak RI 720 Ribu Barel/Hari, Cepu Masih Jawara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular