
Covid-19 & 'Banjir' Impor, Produksi Industri RI Ambles ke 40%

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi covid-19 telah memukul proses produksi industri manufaktur. Kondisi ini memperparah dari kondisi pasar domestik yang selama ini mudah diserbu barang impor sehingga tekanan terhadap industri semakin berat, terutama dalam hal utilisasi atau pemanfaataan produksi dari kapasitas terpasang yang rendah.
Menperin Agus Gumiwang mengakui utilisasi sektor industri sebelum terjadinya Covid-19 mencapai 75%. Saat ini, dengan adanya tekanan akibat pandemi, utilisasi turun drastis hingga 40%. Namun, saat ini rata-rata utilisasi sektor industri manufaktur perlahan mulai bangkit ke titik 50%.
Agus menargetkan peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor industri pengolahan, dengan target peningkatan secara bertahap pada tahun 2020, 2021 dan 2022 sebesar 60%, 75% dan 85%.
"Karena itu, kami akan sekuat tenaga mendorong agar utilisasi terus meningkat. Multiplier effect dari optimalnya aktivitas industri akan berdampak positif kondisi tenaga kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, serta peningkatan pasar ekspor," kata Agus dalam pernyataannya dikutip Kamis (30/7).
Untuk mencapai target itu, pemerintah juga telah menyusun instrumen pengendalian impor, di antaranya larangan terbatas, pemberlakuan preshipment inspection, maupun pengaturan pelabuhan di wilayah timur Indonesia sebagai entry point untuk komoditas yang diutamakan.
"Upaya tersebut diharapkan akan menekan masuknya barang-barang impor yang sedang membanjiri Indonesia," katanya.
Instrumen lainnya adalah pembenahan lembaga sertifikasi produk untuk penerbitan Standar Nasional Indonesia (SNI), penerapan SNI wajib, mengembalikan aturan pemeriksaan produk impor dari post-border ke border, menaikkan tarif Most Favored Nation untuk komoditas strategis, serta menaikkan implementasi trade remedies.
"Dibandingkan negara lain, Indonesia hanya menerapkan safeguard bagi 102 jenis produk dan antidumping bagi 48 produk, artinya produk impor masih mudah masuk ke Indonesia," tegasnya.
Agus menambahkan sedang dalam proses merumuskan roadmap untuk program substitusi impor atau memproduksi barang di dalam negeri yang sebelumnya masih diimpor, sehingga nanti output dan outcome-nya adalah substitusi impor yang didorong dapat mencapai 35% pada tahun 2022.
Langkah yang ditempuh untuk mewujudkan kebijakan tersebut, antara lain substitusi impor pada industri yang tercatat memiliki nilai impor besar di tahun 2019. Sektor yang dimaksud meliputi industri mesin, kimia, logam, elektronika, makanan, peralatan listrik, tekstil, kendaraan bermotor, barang logam, serta karet dan barang dari karet.
"Ini yang akan kami tangani melalui berbagai kebijakan. Kami percaya upaya ini akan mendorong pendalaman struktur industri, peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja baru," katanya.
Selama covid-19 memang ada tren impor menurun secara tahunan, tapi belakangan nilai impor Indonesia Juni 2020 mencapai US$10,76 miliar atau naik 27,56% dibandingkan Mei 2020, namun dibandingkan Juni 2019 turun 6,36%
Impor nonmigas Juni 2020 mencapai US$10,09 miliar atau naik 29,64% dibandingkan Mei 2020. Dibandingkan Juni 2019 juga naik 3,12%.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pabrik-Pabrik 'Raksasa' Bermunculan di Luar Jawa, Tanda Apa?