
Amarah Luhut untuk Direksi BUMN Bandel, Jabatan Dicopot!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan memberi peringatan agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memenuhi regulasi mengenai penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk setiap belanja barang dan jasa.
Luhut bahkan sudah mengajukan usulan secara langsung kepada Presiden Jokowi soal kebijakan TKDN ini agar dibahas secara khusus dalam penerapan di lapangan. Ia mendorong sanksi denda hingga pencopotan jabatan direksi BUMN yang tak patuh atau bandel dengan ketentuan minimum TKDN 25% dalam belanja barang dan jasa.
"Saya akan meminta kepada presiden agar dapat dibuat ratas (rapat terbatas) mengenai penggunaan produk dalam negeri, jadi kita tahu dimana kelemahan selama ini, ini saya minta agar diperhatikan secara sungguh-sungguh, jadi apabila tidak ada yang melaksanakan TKDN ini, agar bisa diganti saja (direksi)," kata Luhut saat rakor virtual Laporan Hasil Audit TKDN di Jakarta, pada Selasa (28/07/2020).
Ia meminta agar tidak ada lagi BUMN yang 'bermain-main' mengenai TKDN ini. Terutama saat situasi bangsa saat ini tengah membutuhkan kerja nyata dari seluruh pihak agar bisa memaksimalkan produk dalam negeri.
Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin yang turut hadir dan mengusulkan agar denda bagi BUMN yang tidak patuh terhadap syarat minimum TKDN 25%. Dendanya dinaikkan dari 5% menjadi 25% dari nilai kontrak pengadaan. Bahkan Luhut mengusulkan denda dinaikkan lebih tinggi sampai 30%.
"Kita jangan lagi bermain-main mengenai TKDN ini, bangsa saat ini tengah membutuhkan kita. Terkait jumlah denda, masukan Wamen BUMN bagus sekali, kalau bisa justru 30%," sebut Luhut.
Demi mematangkan rencana tersebut, kelanjutan rakor ini rencananya akan dilaksanakan minggu depan. Luhut meminta semua pihak untuk menyiapkan laporan perkembangan penggunaan TKDN.
"Sekira satu minggu untuk menuntaskan mengenai hal ini, minggu depan laporkan kembali, nanti saya minta deputi saya untuk atur pertemuan kembali, kalau memang perlu Permen nanti akan kita pertimbangkan," katanya.
Ancaman luhut dalam penggunaan TKDN tidak lepas dari laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merekomendasikan agar Kementerian BUMN dapat membuat kebijakan dalam pengutamaan penggunaan produk dalam negeri. Ini sekaligus menjadi salah satu indikator kinerja Direksi BUMN.
"Kementerian BUMN agar memerintahkan seluruh Direksi BUMN menyusun pedoman PBJ (engadaan Barang/Jasa Pemerintah) nya agar sesuai dengan PP No 29 Tahun 2018," jelas Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh.
Sementara itu, Wamen BUMN, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, bahwa pihaknya akan langsung menindaklanjuti hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan memberi arahan secara langsung kepada perusahaan BUMN, terutama yang tergolong besar.
"Kami akan segera tindak lanjuti, mengenai policy pengadaan barang dan jasa (PBJ) agar disesuaikan dengan PP 2009/2018, kemudian klausul-klausul di proyek BUMN Pertamina yang baru untuk memberikan insentif apabila menggunakan produksi dalam negeri, saya akan share ke BUMN lain seperti PLN dan rekan-rekan BUMN lainnya," jelasnya.
Merespon hal tersebut, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Talullembang menyatakan, bahwa Pertamina akan patuh terhadap regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
"Rekomendasi dari BPKP dan arahan Bapak Menko dan Bapak-bapak lainnya, sudah kami tangkap, kami akan laksanakan sepenuhnya. Pelelangan yang berjalan sudah dimasukkan ke dalam kriteria evaluasi, jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak menggunakan produksi dalam negeri," jelasnya.
Pijakan soal TKDN untuk lembaga pemerintah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. Pasal 57 mengatur jelas, yaitu Produk Dalam Negeri wajib digunakan oleh pengguna Produk Dalam Negeri sebagai berikut:
a. lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, lembaga pemerintah lainnya, dan satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan Barang/Jasa apabila sumber pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar negeri; dan
b. badan usaha milik negara, badan hukum lainnya yang dimiliki negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta dalam pengadaan Barang/Jasa yang:
1. pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
2. pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama antara Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha; dan/atau
3. mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
Pasal 61
(1) Dalam pengadaan Barang/Jasa, pengguna Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 wajib menggunakan Produk Dalam Negeri apabila terdapat
Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan minimal 40% (empat puluh persen).
(2) Produk Dalam Negeri yang wajib digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki nilai TKDN paling sedikit 25% (dua puluh lima persen).
Sementara itu pasal 107 mengatur soal sanksi:
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan surat rekomendasi dari Aparatur Pengawas Internal Pemerintah serta pejabat pengawas internal dan Tim P3DN jika pejabat pengadaan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal
61 ayat (1) dan ayat(21.
(4) sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan terhadap pelanggaran pertama sampai dengan pelanggaran ketiga.
(5) sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan terhadap pelanggaran keempat.
(6) sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sebesar 1 o/o (satu persen) dari nilai kontrak pengadaan Barang/Jasa dengan nilai paling tinggi
Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
(7) Sanksi pemberhentian dari jabatan pengadaan Barang/ Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikenakan terhadap pelanggaran kelima.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Luhut: UU Ciptaker Meluruskan Berbagai Hal