Sri Mulyani, Hantu Covid-19, dan Defisit Bengkak 5,2% di 2021

Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
28 July 2020 13:59
Jokowi dan Sri Mulyani (Biro Pers Setpres)
Foto: Jokowi dan Sri Mulyani (Biro Pers Setpres)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pagi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat terbatas membahas rancangan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Aura ketidakpastian masih menyelimuti pernyataan Jokowi saat membuka rapat tersebut.

Kepala negara dalam arahan pembukaannya, setidaknya dua kali menyebut soal ketidakpastian ekonomi yang masih terjadi.

Pandemi virus corona (Covid-19) masih menjadi faktor utama ketidakpastian ekonomi dunia. Meski begitu, Jokowi menaruh harapan optimistis ekonomi Indonesia 2021 bisa di atas pertumbuhan ekonomi dunia yang diproyeksikan sejumlah lembaga internasional di kisaran 3%-5%.

Usai rapat tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, melakukan konferensi pers untuk memberikan penjelasan lebih lanjut soal proyeksi ekonomi di 2021.

Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan, ekonomi dunia tahun depan bisa naik lagi hingga 5% karena basis pertumbuhan yang sangat rendah di tahun ini karena krisis yang timbul akibat pandemi.



Dia mengatakan, sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis, ekonominya diproyeksikan tumbuh negatif hingga double digit alias di atas 10% pada kuartal II-2020. Sementara untuk full year 2020, Sri Mulyani memperkirakan ekonomi negara maju ini akan negatif single digit, alias resesi.

Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani tidak memberikan proyeksinya terkait kinerja ekonomi Indonesia hingga akhir tahun. Dia hanya mengatakan untuk negara emerging seperti Indonesia, ekonominya sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia.

"Emerging countries sangat bergantung pada ekonomi dunia, karena negara emerging ini bergantung pada ekspor dan capital flow," ujar Sri Mulyani dalam keterangannya, Selasa (28/7/2020).

Tahun depan, sesuai pernyataan Jokowi, Sri Mulyani mengatakan target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,5-5,5%, sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah ke DPR. Ini berarti di atas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. "Kita upayakan di dekat 5,5%," jelas Sri Mulyani.

HALAMAN SELANJUTNYA >> HANTU COVID-19

Meski mengupayakan pertumbuhan ekonomi berada dekat 5,5% di 2021, Sri Mulyani tetap menegaskan, Covid-19 masih menjadi faktor yang menghantui dan bisa membuyarkan proyeksi-proyeksi tersebut.

Penentunya adalah, apakah Indonesia bisa menjaga kasus positif menjadi flat (datar) atau menurun. Atau yang lebih meyakinkan lagi adalah, apakah vaksin bisa segera ditemukan dan efektif untuk digunakan. Inilah yang sedang dikebut oleh pemerintah lewat Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang dipimpin oleh Erick Thohir sebagai Ketua Pelaksananya.

Sri Mulyani menegaskan, ketidakpastian ekonomi bisa menurun bila vaksin ditemukan. "Tapi kita tidak tahu kapannya, maka kita punya ketidakpastian di 2021," cetusnya.

Karena ketidakpastian ini, Jokowi meminta Sri Mulyani menaikkan defisit APBN 2021 dari 4,17% menjadi 5,17% dari PDB. Artinya anggaran belanja akan dinaikkan untuk bisa mengendalikan dampak ketidakpastian ekonomi akibat Covid-19 kepada ekonomi negara.

"Presiden minta defisit dinaikkan, supaya kita punya bantalan tambahan apabila kita tidak tahu kapan dan kecepatannya untuk membuat kasus Covid flat dan menurun, dan percepatan penemuan vaksin serta pembagiannya ke seluruh Indonesia. Jadi kita tambahkan bantalan sebesar 1% dari PDB," demikian penjelasan Sri Mulyani.


Dari mana defisit tersebut akan ditutup?

Sri Mulyani memberikan sedikit bocoran, Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Negara (SBN) akan menjadi andalannya. Tahun depan, Sri Mulyani akan menerbitkan SUN domestik maupun global, konvensional maupun syariah, ritel maupun non ritel.

Kemudian, Bank Indonesia (BI), lanjut Sri Mulyani, akan tetap menjadi stand by buyer alias pembeli siaga dari SUN pemerintah. Selain SUN, utang bilateral ataupun multilateral juga akan jadi alternatif, bila bunga yang ditawarkan rendah.

Dari kebijakan kenaikan defisit ini, Sri Mulyani mewaspadai kenaikan rasio utang terhadap PDB yang bisa mendekati 40%.


(wed/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BLT & Bansos Cair, Sri Mulyani Lapor Jokowi Kondisi APBN Terkini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular