RI Kok Masih Doyan Impor APD? Pabrik Lokal Teriak
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha tekstil dan garmen dalam negeri menjerit karena produk alat pelindung diri (APD) yang diproduksi sulit terserap di pasar dalam negeri. Di sisi lain, data di atas kertas nilai APD impor justru mengalami kenaikan di tengah kemampuan produksi lokal yang sudah berlebih.
Setidaknya Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam kurun waktu Januari-Mei 2020, tercatat impor APD sebanyak 2.993,34 ton atau US$ 43,48 juta. Mayoritas APD impor yang masuk pada periode Januari-Mei dari China, yakni sebanyak 2.006,18 ton.
Dari jumlah realisasi impor sebesar 41,34% APDÂ impor masuk pada periode Januari-Februari 2020. Artinya pada kurun waktu Maret-Mei impor APDÂ masih berlangsung, padahal di dalam negeri produksi sudah mulai gencar.Â
"Imbas relaksasi impor, terlalu gampang ngasih relaksasi impor. Kedua pemerintah nggak form pake APD mana, APD lokal apa impor? Satu sisi pemerintah kasih produksi APD lewat BNPB, Satgas Covid-19 tapi di sisi lain Kemenkes lakukan pembelian jenis APD yang di dalam negeri langka. Bahan Spunbond itu kan produksi terbatas. Padahal BNPB Satgas Covid-19 ngasih rekomendasi yang bisa bahan baku nilon," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) Redma Wirawasta kepada CNBC Indonesia, Senin (27/7/2020).
Ia mengatakan ketidaksinkronan itu menyebabkan produk dalam negeri menjadi terbengkalai. Pasalnya, meski BNPB dan Satgas Covid-19 memberi lampu hijau untuk penggunaan APD lokal, namun tetap saja kebijakan persetujuan ada di Kemenkes sebagai kementerian yang mengeluarkan anggaran.
Penggunaan APDÂ impor di tengah produksi dalam negeri sudah mampu produksi sendiri cukup memukul industri lokal. Apalagi harga APDÂ impor yang ditawarkan lebih murah. Ditambah regulasi impor APDÂ mengalami relaksasi.
"Karena nggak diatur, semua orang bisa impor. Bahkan nggak punya izin edar pun bisa impor. Dia asal APD bisa impor. Karena kelangkaan APD orang-orang banyak charity, sumbangan, kelompok apa sumbang ke RS. Karena banyak dipasarkan APD impor yang standar rendah langsung beli, dikasih RS," jelas Redma
Namun di sisi lain, Redma menyebut banyak produk impor yang akhirnya tidak bisa digunakan karena di bawah standar yang ditetapkan.
"Bahkan saya dengar RS Persahabatan menumpuk. APD nggak dipakai karena standar nggak sesuai yang impor tadi. RS pun nggak dipakai karena tipis dan gampang sobek," jelasnya.
(hoi/hoi)[Gambas:Video CNBC]