Pengusaha Teriak, Impor Tekstil Ilegal Marak Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengungkapkan importasi tekstil dan produk tekstil kembali marak. Hal itu diungkapkan Sekjen Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta.
"Masuknya pakai kapal kayu ke pelabuhan kecil di pesisir Sumatra, di Jawa tidak terlalu banyak. Jumlahnya mencapai 10 kontainer atau sekitar 200 ton," kata Gita kepada CNBC Indonesia TV, Kamis (7/10/2021).
Jenis tekstil yang paling banyak masuk secara ilegal dalam kurun waktu empat sampai lima bulan kebelakang, menurut Redma, adalah kain gelondongan dan pakaian jadi.
Namun imbasnya tidak hanya di hilir. Importasi ilegal produk juga mengganggu hulu industri tekstil. Karena permintaan pasokan serat atau benang juga menurun karena banyak barang ilegal yang beredar.
"Ini kerugiannya jadi dari hulu sampai hilir," ujar Redma.
Menurut dia, importasi ilegal ini mengganggu industri tekstil tanah air karena jumlahnya masif. Akibatnya pemulihan industri pasca Covid-19 juga bisa terhambat.
Direktur Industri Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan, importasi ilegal tidak bisa ditolerir. Hal itu dilakukan oleh oknum pengusaha yang mencoba menghindari aturan seperti bea masuk dan pajak-pajak tambahan.
Namun, menurut Elis, pemberantasan impor tekstil dan produk tekstil ilegal ini sulit diberantas. Karena banyaknya jumlah pelabuhan kecil di Indonesia, sehingga pengawasannya juga lebih sulit.
Elis mengatakan, pengawasan di pelabuhan memang kurang. Penanganan importasi ilegal harus melalui kolaborasi lintas kementerian/lembaga terutama dari Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, dan aparat penegak hukum.
"Dari kami kita juga terus mencoba memulihkan pasar, dengan substitusi impor. Dengan substitusi dalam negeri membuat industri terangkat. Pengamanan juga dilakukan seperti bea masuk anti dumping hingga safe guard," ujar Elis.
[Gambas:Video CNBC]
Terungkap! Inilah Biang Kerok Impor Tekstil Ilegal Marak Lagi
(miq/miq)