Internasional

Pandemi Covid-19 Diklaim Membuat Perempuan Menderita, Why?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
24 July 2020 18:20
Women attend a protest against U.S. President Donald Trump near U.S. embassy in Seoul, South Korea, May 25, 2018. REUTERS/Kim Hong-Ji
Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur eksekutif UN Women atau bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, Phumzile Mlambo-Ngcuka mengatakan bahwa langkah penguncian (lockdown) untuk menekan penyebaran wabah virus corona (COVID-19) telah membawa dampak negatif yang signifikan pada perempuan.

Dampak buruk itu muncul dalam bentuk berbagai tantangan, mulai dari menyebabkan kehilangan pekerjaan sampai menciptakan "pandemi bayangan" berupa kekerasan.

Menurut Phumzile, setiap pandemi memiliki dimensi gender dan banyak wanita menghadapi masa yang lebih sulit karena dampak respon global terhadap virus.

"Salah satu faktor yang mengkhawatirkan ... adalah pandemi bayangan kekerasan terhadap perempuan. Karena untuk melindungi orang dari infeksi, orang harus berlindung dan dikurung dengan pelaku kekerasan. Ini memberi kami masalah yang lebih besar tentang bagaimana kami mengintervensi untuk menyelamatkan perempuan dalam situasi pelecehan," katanya, sebagaimana dilaporkan CNBC International.

Lebih lanjut, Ia mengatakan UN Women dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memimpin seruan untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender. Ia juga mengatakan bahwa keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menarik AS keluar dari WHO mempengaruhi pekerjaan yang dia lakukan.

"Kami membutuhkan institusi internasional itu lebih dari sebelumnya. Kami membutuhkan solidaritas global. Dalam konteks virus, virus di mana saja adalah virus di mana-mana ... Itu berarti bahwa WHO akan memiliki sumber daya yang lebih sedikit untuk mendukung negara-negara yang sedang berjuang ... Semua itu berarti bahwa perang melawan virus itu bahkan lebih kompleks dan lebih sulit," katanya.

Selain kekerasan, dia juga mengatakan bahwa kehilangan pekerjaan turut menjadi tantangan besar yang dihadapi perempuan selama pandemi. PBB menyebut hampir 60% perempuan yang bekerja di sektor ekonomi informal di seluruh dunia berisiko lebih besar jatuh ke dalam kemiskinan.

"Jadi perempuan tidak punya tabungan, mereka tidak punya asuransi. Mereka yang bekerja di sektor informal cenderung tidak memiliki kontrak yang dapat ditegakkan. Jadi itu telah membuat wanita mengalami kemunduran secara besar-besaran," katanya kepada CNBC International.

UN Women didirikan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2010. Menurut angka-angka dari organisasi itu, dalam 12 bulan sebelum krisis, 243 juta perempuan dan anak perempuan berusia antara 15 sampai 49 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual dari rekannya. Angka-angka itu kemungkinan akan meningkat secara signifikan selama langkah penguncian (lockdown) diterapkan di banyak negara di seluruh dunia, katanya.

[Gambas:Video CNBC]


(res/res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Protes Kekerasan, Ribuan Perempuan Berdemo di Meksiko

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular