Internasional

Klaim China & Harta Karun Migas di Laut China Selatan

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
25 July 2020 18:33
FILE PHOTO: Chinese dredging vessels are purportedly seen in the waters around Fiery Cross Reef in the disputed Spratly Islands in the South China Sea in this still image from video taken by a P-8A Poseidon surveillance aircraft provided by the United States Navy May 21, 2015. U.S. Navy/Handout via Reuters/File Photo ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. EDITORIAL USE ONLY
Foto: U.S. Navy/Handout via Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Konflik di perairan Laut China Selatan kian memanas. China makin berani untuk mengklaim setidaknya 80% kawasan di perairan ini.

Laut China Selatan diketahui menjadi salah satu pintu gerbang komersial yang krusial bagi sebagian besar industri logistik dunia. Kawasan ini menjadi sub-wilayah ekonomi strategis di kawasan Indo-Pasifik.

Dilansir CFR Global Conflict Tracker, total nilai perdagangan yang melintasi kawasan ini pada 2016 mencapai US$3,37 triliun. Bahkan perdagangan gas alam cair global yang transit melalui Laut China Selatan pada 2017 sebanyak 40 persen dari total konsumsi dunia.



Perairan ini juga kaya akan sumber daya hasil laut. Laut China Selatan dilaporkan memiliki cadangan minyak dan gas yang signifikan. Diperkirakan ada 11 miliar barel minyak yang belum dimanfaatkan, serta 190 triliun kaki kubik cadangan gas alam di perairan ini.

Namun klaim sepihak China ini berbenturan dengan beberapa negara anggota ASEAN. Secara geografis, wilayah memiliki peran penting dalam geopolitik Indo-Pasifik yang berbatasan dengan Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, serta Taiwan, dan China.

Kekayaan Alam

Tentu nilai kekayaan alam dan potensi ekonomi yang melimpah di perairan tersebut menjadi salah satu faktor yang memperburuk sengketa maritim dan teritorial antar negara. Persaingan klaim kedaulatan teritorial atas pulau-pulau dan perairan di wilayah ini juga semakin memanas.

Wilayah Laut China Selatan meliputi Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel, Pratas, Kepulauan Natuna, dan Gugus Karang Scarborough. Kepulauan Spratly ini menjadi salah satu hal yang memicu persaingan klaim antar negara.

Negara-negara yang mengajukan klaim tentunya bukan tergiur akan luas daratan Kepulauan Spratly yang hanya 3 km persegi itu, melainkan potensi sumber daya alam yang terkandung di kawasan seluas hampir 2 kali pulau Jawa.

Diketahui jika di bawah permukaan laut kepulauan tersebut disinyalir memiliki kandungan gas dan minyak bumi yang sangat besar, selain itu juga strategis sebagai pos-pos pertahanan militer.

China sendiri mengklaim secara penuh seluruh wilayah Spratly dan menguasai 7 pulau. Begitu juga dengan Taiwan yang mengklaim seluruh wilayah Spratly dan menguasai 1 pulau. Vietnam pun mengklaim seluruh wilayah Spratly dan menguasai 29 pulau.



Sedangkan untuk klaim sebagian wilayah dari kepulauan ini, Malaysia mengklaim 12 pulau dan menguasai 5 pulau; Filipina mengklaim 27 pulau dan menguasai 8 pulau; dan Brunei Darussalam mengklaim 3 pulau yang paling selatan, namun tidak menguasai pulau tertentu.

Berbeda dengan negara-negara tersebut, tanpa perlu mengajukan klaim teritorial, Indonesia hanya mengklaim sebagian wilayah kepulauan Spratly ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil pada tahun 1980 sehingga Indonesia merasa berhak atas eksploitasi ekonomi di sebagian kawasan tersebut.

China bahkan berani untuk 'menyenggol' dan menekan negara-negara yang ikut mengklaim beberapa wilayah di perairan ini. Yang terbaru adalah Vietnam terpaksa membayar kompensasi sebesar US$ 1 miliar (Rp 14,6 triliun, asumsi Rp 14.621/US$) kepada dua perusahaan minyak internasional karena membatalkan kontrak mereka di perairan tersebut.

Dalam laporan The Diplomat, perusahaan energi milik negara Vietnam PetroVietnam akan membayar US$ 800 juta kepada Repsol Spanyol dan Mubadala dari Uni Emirat Arab untuk hak-hak mereka di blok-blok itu. Termasuk US$ 200 juta sebagai kompensasi untuk semua investasi yang telah mereka lakukan dalam proses eksplorasi dan pengembangan.

Tak hanya Vietnam, China juga menyenggol Malaysia. Awal 2020, kapal minyak yang terafiliasi dengan Petronas dikabarkan CNN International dibuntuti kapal pengawas China, dekat pengeboran minyak BUMN Malaysia itu.

China juga mengajukan klaim terbesar di wilayah ini dengan argumen Sembilan Garis Imajiner (Nine Dash Line) dalam peta yang diterbitkan Pemerintah Kuomintang pada 1947. China mengklaim mempunyai bukti sejarah tentang klaim itu, yakni nelayan mereka yang sudah melaut di sana sejak dahulu.

Sayangnya, argumen tersebut dinyatakan tidak bisa diterima karena tak ada landasan hukum, serta masih diperdebatkan oleh negara lain yang ikut bersengketa. Ditambah klaim itu tidak memiliki landasan hukum di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), sebagaimana dilansir Lowy Institute.

UNCLOS yang disepakati pada 1982 dan mulai berlaku pada 1994 menetapkan kerangka hukum untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan keamanan negara-negara pantai dengan kepentingan negara-negara pelaut.



UNCLOS menetapkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yakni 200 mil wilayah laut yang memperluas hak eksploitasi tunggal sumber daya laut kepada negara-negara pesisir. Namun, ZEE tidak pernah dimaksudkan berfungsi sebagai zona keamanan, dan UNCLOS juga menjamin hak lintas yang luas bagi kapal laut dan pesawat militer.

UNCLOS telah ditandatangani dan diratifikasi oleh hampir semua negara pantai di Laut China Selatan, tetapi interpretasinya memang masih diperdebatkan. China bahkan masih mempertahankan argumen kedaulatan wilayah ini dengan sandaran hukum internasional.

Menurut Negeri Tirai Bambu ini, militer asing tidak diperbolehkan melakukan kegiatan intelijen seperti penerbangan intai di ZEE.

Akibat klaim-klaim sepihak China atas wilayah Laut China Selatan, hubungan Negeri Tirai Bambu dengan negara anggota ASEAN terus memburuk. Setidaknya China bermasalah dengan Vietnam, Filipina, Brunei, Taiwan, dan Malaysia terkait dengan perairan tersebut.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berani! RI Resmi Tolak Klaim China di Laut China Selatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular