
Klaim Laut China Selatan buat Panas Jepang hingga Malaysia

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan China dengan negara-negara di wilayah Asia kian memburuk. Klaim ilegal China atas wilayah Laut China Selatan membuat beberapa negara geram, terutama Jepang, Filipina, dan Malaysia.
Di tengah pandemi global Covid-19, tinjauan pertahanan tahunan Jepang menuliskan jika China semakin agresif dalam mengklaim wilayahnya di Laut China Selatan, dengan menyebarkan beberapa propaganda dan disinformasi.
Menurut buku putih pertahanan yang disetujui pemerintah Perdana Menteri Shinzo Abe pada Selasa (14/7/2020) lalu, China "terus berupaya mengubah status quo di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan", sebagaimana dikutip dari Channel News Asia.
Dalam buku itu juga digambarkan intrusi tanpa henti di perairan sekitar sekelompok pulau yang diklaim oleh kedua negara di Laut China Timur, yakni Senkaku (nama dari Jepang) atau Diaoyu (nama dari China).
Pulau tak berpenghuni tersebut berada di Kepulauan Pinnacle, yang saat ini berada di bawah administrasi Jepang, tetapi juga diklaim oleh China sebagai bagian dari Kecamatan Toucheng, Kabupaten Yilan, Taiwan.
Di Laut Cina Selatan, dikatakan Beijing menegaskan klaim teritorial dengan mendirikan distrik administratif di sekitar pulau-pulau yang disengketakan, memaksa berbagai negara yang tengah melawan pandemi Covid-19, harus merespon klaim China tersebut.
Jepang melihat China sebagai ancaman jangka panjang dan lebih serius daripada Korea Utara yang memiliki senjata nuklir. Beijing juga sudah menghabiskan dana empat kali lebih banyak dari Tokyo untuk pertahanan dengan membangun militer modern besar.
Sementara Filipina pada Minggu secara terbuka meminta China untuk mematuhi putusan arbitrase 2016 pada Minggu (12/7/2020).
Empat tahun lalu, Mahkamah Arbitrase Perserikatan Bangsa-bangsa di pengadilan internasional di Den Haag, Belanda menyatakan China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di Laut China Selatan.
Putusan itu sesuai dengan keberatan yang diajukan oleh Filipina. Mahkamah Arbitrase menyatakan tidak ada bukti sejarah bahwa China menguasai dan mengendalikan sumber daya secara eksklusif di Laut China Selatan.
"Kepatuhan dengan itikad baik dengan penghargaan akan konsisten dengan kewajiban Filipina dan China di bawah hukum internasional, termasuk UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), dimana kedua pihak sudah menandatanganinya," ujar kata Sekretaris Urusan Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr. dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari The Economic Times.
"Pengadilan secara otoritatif memutuskan bahwa klaim China atas hak bersejarah atas sumber daya di dalam wilayah laut yang termasuk dalam 'garis sembilan garis' tidak memiliki dasar hukum. Sebaliknya, klaim atas hak historis, atau hak kedaulatan dan yurisdiksi lain yang melebihi geografis dan Batas substantif dari hak maritim di bawah UNCLOS, tidak memiliki dampak hukum."
Dia menekankan bahwa putusan arbitrase "secara meyakinkan menyelesaikan masalah hak bersejarah dan hak maritim di Laut China Selatan", menambahkan jika putusan pengadilan yang mendukung Filipina, menyatakan klaim China sebagai ilegal dan tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional.
Namun pemerintah China tidak menerima putusan tersebut, mengatakan jika keputusan itu palsu. China juga sebelumnya menolak untuk berpartisipasi dalam proses arbitrase setelah pemerintahan presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino III, menantang klaim China untuk hampir seluruh perairan yang disengketakan pada tahun 2013.
Terbaru, pemerintah Malaysia mengaku tak akan mengkompromi kedaulatannya di wilayah Laut China Selatan dengan China. Namun China nampak tak acuh, sebab berdasarkan data audit setempat, China berulang kali masuk ke perairan Sabah dan Sarawak di LCS.
Laporan Auditor-General's Report Malaysia mengungkap dari 2016-2019, ada 89 kali militer China menerobos ke wilayah itu.
Pada awal 2020 ini, kapal China disebut sempat mengganggu kapal milik Petronas, Malaysia. Saat itu, ada laporan bahwa kapal China membuntuti kapal Petronas, yang berada di kawasan pengeboran minyak di LCS.
Malaysia bahkan telah mengirim enam protes diplomatik ke China karena klaim wilayah tersebut, termasuk satu pada 2017 sebagai tanggapan terhadap surat pernyataan China yang menyatakan klaimnya terhadap Shoals Luconia Selatan, tempat penangkapan ikan di negara bagian Sarawak, Malaysia.
"Alasan untuk ... kemunculannya adalah untuk menegaskan kehadiran China sehubungan dengan klaimnya di Laut China Selatan, khususnya di daerah Shoals Luconia Selatan," kata laporan Departemen Audit Nasional Malaysia.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berani! RI Resmi Tolak Klaim China di Laut China Selatan
