Banyak Pesawat Nganggur, Maskapai Megap-Megap Bayar Parkir

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
17 July 2020 18:28
Sejumlah pesawat dari berbagai maskapai penerbangan di pelataran pesawat Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (4/1/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Maskapai penerbangan Indonesia dan dunia tengah tertekan sangat keras. Kegiatan operasional penerbangan berkurang akibat pandemi Covid-19, namun banyak biaya yang masih harus menjadi beban. Salah satunya biaya parkir pesawat atau pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U).

"Kalau dari industri penerbangan yang kita minta itu penghapusan biaya PJP2U, biaya parkir pesawat. Mungkin sedang pada tahap diskusi di level kementerian, belum terealisasi. Ini kan kita bicara secara bertahap aktivitas bisa kembali lagi," kata Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja kepada CNBC Indonesia, Jumat (17/7/20).

Jika tak bisa dibebaskan, dia berharap setidaknya ada kebijakan penundaan yang lebih panjang. Pasalnya, sejak Maret, April, Mei, dan Juni, operasional pesawat merosot drastis. Jika beban biaya di bulan-bulan tersebut ditagihkan secara serentak, maka niscaya maskapai bakal kesulitan bangkit.

"Misalnya nanti September sudah nol Covid-19. Kalau nanti mulai operasi dikirimi invoice bulan Maret ya nggak jalan dong," tandasnya.

Menurutnya, skema insentif yang perlu diberikan oleh pemerintah bisa melakukan beragam metode.

"Bisa penundaan bayar, bisa restrukturisasi pembayaran, diamortisasi lebih luas lagi misalnya cara pembayaran yang 4 bulan dari Maret, April, Mei, Juni ini dicicil setahun gitu kan banyak mekanismenya. Spiritnya dulu ini harus sudah stabil. Kalau bicara insentif sekarang orang market-nya nggak ada," urainya.

Dikatakan, secara prinsip masyarakat baru mau mulai melakukan kegiatan-kegiatan produktif yang lain, kalau mereka merasa nyaman atas informasi tentang pengendalian penyebaran Covid-19. Namun, saat ini dari hari ke hari angka kasus baru Covid-19 masih kerap mencapai rekor.

Hal ini juga mengurangi kegiatan kegiatan produktif masyarakat. Karenanya, masyarakat perlu diyakinkan bahwa pemerintah ini mampu mengendalikan penyebaran Covid-19.

"Otomatis gini lah kalau misalnya sekarang bulan Juli, tiba-tiba Agustus di minggu pertama turun 50%, di minggu keduanya turun lagi 30%, udah pasti orang ke mana-mana itu nggak usah disuruh suruh. Untuk mengembalikan itu jadi tidak ada pilihan lain dan pengendalian Covid-19 ini harus lebih terstruktur lagi penanganannya. Jadi kita kalau bicara soal insentif nanti, begitu sudah turun," tegasnya.

Dalam kondisi demikian, nantinya baru relevan untuk membicarakan insentif. Menurutnya, insentif yang bakal diusulkan juga jangan sampai membebani mata rantai bisnis penerbangan lainnya.

"Mungkin nanti kita coba bicarakan apa yang menjadi solusi buat maskapai. Tapi juga tidak terlalu membebani ekosistem bisnisnya misalnya angkasa pura, karena angkasa pura kan juga ada biaya bayar listrik, bayar biaya operasional mereka, termasuk AirNav juga," katanya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Kargo Masih Jadi Penyelamat Maskapai Penerbangan RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular