
Di Bawah Bayangan Corona, Kebangkitan Ekonomi RI Masih Lama?

Setiap harinya gugus tugas penanganan Covid-19 melaporkan tambahan kasus baru. Bukannya menurun, jumlah kasus per harinya justru bertambah dengan signifikan. Kapasitas pengujian yang membaik dibarengi dengan peningkatan mobilitas publik menjadi pemicunya.
Jumlah kasus baru di Tanah Air per harinya bertambah lebih dari 1.500 orang. Bahkan pekan lalu sempat menyentuh angka lebih dari 2.500 dalam sehari ketika ditemukan klaster baru di SECAPA AD Bandung.
Kasus di dalam negeri masih berfluktuasi cenderung meningkat. Kurva epidemiologi RI masih melengkung ke atas. Puncak wabah masih belum terlihat. Ini menjadi ancaman serius bagi ekonomi RI yang baru sedikit bangkit.
Jika jumlah kasus terus mencetak rekor dan kian meledak sehingga pembatasan kembali harus dilakukan maka Indonesia benar-benar bisa masuk ke dalam jurang resesi yang dalam.
Masalahnya, kenaikan jumlah kasus tak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain yang membuka kembali perekonomiannya secara bertahap seperti Amerika Serikat (AS).
Dalam skenario terburuk apabila lockdown secara masif dilakukan di berbagai tempat dan Indonesia juga turut melakukan pembatasan maka konsumsi masyarakat akan makin melambat, ekspor akan turun drastis dan investasi akan terkontraksi lebih dalam. Resesi menjadi tak terhindarkan.
Proyeksi Bank Dunia yang memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh nol persen itu didasarkan pada asumsi jika pertumbuhan ekonomi global mengalami kontraksi sebesar -5,2% tahun ini dan pemerintah akan melakukan pelonggaran pada Juni dan Juli.
Namun jika kontraksi perekonomian global terjadi lebih dalam menjadi -7,8% tahun ini dan mobilitas tak segera pulih akibat lonjakan kasus, maka dalam skenario ini ekonomi RI bakal minus 2% tahun 2020.
Pada akhirnya jalan menuju pemulihan memang masih panjang. Selagi musuh belum bisa dijinakkan, maka harapan ekonomi kembali seperti semula hanyalah mimpi belaka.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]