Di Balik Rapor Oke Keuangan Pemerintah, Ada 13 'Catatan Dosa'

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
14 July 2020 18:24
Penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 dan Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Periode Semester II Tahun 2019 kepada Presiden RI. (Biro Pers Sekretariat Presiden/ Lukas)
Foto: Penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 dan Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Periode Semester II Tahun 2019 kepada Presiden RI. (Biro Pers Sekretariat Presiden/ Lukas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan hasil audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019 kepada Dewan Perwakilan Rakyar (DPR RI). Penyampaian ini dilakukan dalam rapat Paripurna hari ini.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, laporan kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun, masih ada beberapa catatan BPK untuk LPK 2019 tersebut.

Setidaknya ada 13 catatan yang disampaikan BPK yang dinilai perlu ditindaklanjuti agar bisa terus mendapatkan opini WTP. Terutama tahun ini semakin banyak tantangan yang lebih berat dari tahun lalu.

"Apalagi dengan kompleksitas masalah yang dihadapi selama tahun 2020, baik perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pertanggungjawabannya akan jauh lebih sulit dibandingkan dengan tahun 2019," ujarnya di Ruang Rapat Paripurna, Selasa (14/7/2020).

Dalam catatan tersebut, BPK juga menyoroti Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terutama mengenai piutang hingga surat tagihan pajak atas kekurangan setor yang belum diterbitkan oleh DJP.

Berikut 13 catatan BPK yang ditemukan dalam LKP 2020 tersebut:

1. Kelemahan dalam penatausahaan Piutang Perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2019 kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2. Terdapat surat tagihan pajak atas kekurangan setor yang belum diterbitkan oleh Ditjen Pajak dan keterlambatan penyetoran pajak dengan sanksi.
3. Pemberian fasilitas transaksi impor yang dibebaskan dan/atau tidak dipungut PPN dan PPh-Nya pada Ditjen Pajak yang terindikasi bukan merupakan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis dan terdapat potensi kekurangan penetapan Penerimaan Negara dari Pendapatan Bea Masuk/Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) pada Ditjen Bea dan Cukai.
4. Terdapat kewajiban restitusi pajak yang telah terbit Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) namun tidak segera diproses pembayarannya, terindikasi belum diterbitkan SKPKPP-nya, serta keterlambatan penerbitan SKPKPP pada Direktorat Jenderal Pajak
5. Adanya pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Piutang, serta penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Belanja yang belum sesuai ketentuan pada sejumlah kementerian negara/lembaga.
6. Kewajiban Pemerintah selaku Pemegang Saham Pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi.
7. Pengendalian atas pencatatan Aset Kontraktor Kontrak Kerjasama dan Aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia belum memadai.
8. Pengungkapan Kewajiban Jangka Panjang atas Program Pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp2.876,76 Triliun belum didukung Standar Akuntansi.
9. Penyajian Aset yang berasal dari realisasi Belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp 44,20 Triliun pada 34 K/L tidak seragam, serta terdapat penatausahaan dan pertanggungjawaban realisasi belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat yang tidak sesuai ketentuan.
10. Penyaluran dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit(PPKS)Tahun2016-2019 pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Kementerian Keuangan belum sepenuhnya dapat menjamin penggunaannya sesuai tujuan yang ditetapkan karena identitas Pekebun penerima dana PPKS belum seluruhnya valid dan adanya dana PPKS yang belum dipertanggungjawabkan.
11. Skema pengalokasian anggaran Untuk Pengadaan Tanah Proyek Strategis Nasional pada Pos Pembiayaan tidak sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Investasi Tanah PSN untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah.
12. Ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program/kegiatan dengan tahun penganggaran atas kompensasi Bahan Bakar Minyak dan listrik.
13. Adanya Kelemahan dalam Penatausahaan dan pencatatan Kas Setara Kas, Persediaan, Aset Tetap, dan Aset Tak Berwujud, terutama pada kementerian negara/lembaga. Masalah yang teridentifikasi adalah penggunaan rekening pribadi untuk pengelolaan dana yang bersumber dari APBN, Saldo Kas yang Tidak sesuai dengan fisik, sisa kas terlambat/belum disetor dan penggunaan kas yang tidak dilengkapi dokumen pertanggungjawaban pada 34 Kementerian/ Lembaga, terdapat ketidaksesuaian pencatatan persediaan dengan ketentuan pada 53 Kementerian/Lembaga, dan pengendalian atas pengelolaan Aset Tetap pada 77 Kementerian/Lembaga yang belum memadai berdampak adanya saldo BMN yang tidak akurat.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dianggap Tak Wajar BPK, Berapa Nilai Helikopter Uang Jokowi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular