Redenominasi

US$ 1 Setara Rp 14.350, Mau Ditaruh di Mana Muka Bangsa Ini?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 July 2020 11:02
Ilustrasi Rupiah
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana perubahan harga rupiah alias redenominasi kembali menggema. Wacana yang mulai muncul pada 2010 lalu ini memang belum sempat terealisasi, meski sudah berusia satu dekade. Melalui redenominasi, nominal rupiah disederhanakan dengan 'menyunat' tiga digit angka nol. Jadi Rp 1.000 akan sama dengan Rp 1.

"Bahwa pada saat ini pecahan Rupiah memiliki jumlah digit yang terlalu banyak, sehingga untuk efisiensi transaksi perekonomian dan meningkatkan kredibilitas Rupiah, perlu dilakukan penyederhanaan jumlah digit pada denominasi uang rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai tukarnya," sebut konsiderans huruf c RUU Perubahan Harga Rupiah.

Dengan nominal yang sekarang, rupiah adalah mata uang dengan digit terbanyak kedua di Asia, hanya kalah dari dong Vietnam. Saat ini US$ 1 setara dengan Rp 14.350 sementara US$ dihargai VND 23.187.

Kondisi ini memunculkan persepsi bahwa rupiah adalah mata uang 'murahan', tidak ada harganya. Oleh karena itu, redenominasi diyakini dapat mendongkrak kredibilitas mata uang Ibu Pertiwi di percaturan dunia. Akan lebih 'sangar' kalau US$ 1 hanya setara dengan Rp 14 bukan Rp 14.000.

Masyarakat dan dunia usaha pun lebih bisa menyamakan konteks dengan negara lain. Misalnya, rata-rata harga rumah baru di AS pada 2019 adalah US$ 329.750. Kalau dirupiahkan dengan kurs saat ini maka setara dengan Rp 4.731.912.500. Terlalu banyak digit, butuh rupiah yang banyak sekali untuk membeli sebiji rumah di Negeri Paman Sam.

Namun dengan redenominasi, maka harga rumah di AS akan setara dengan Rp 4.731.912,5. Empat juta rupiah, bukan empat miliar rupiah. Lebih nyaman, lebih praktis, dan lebih bermartabat.

Beberapa tahun lalu, kalau Anda ingat, ada sebuah episode menarik di serial animasi Upin & Ipin yang menggambarkan posisi rupiah di hadapan mata uang lain. Susanti, tokoh asal Indonesia, hendak membeli ayam goreng dan menyerahkan uang Rp 10.000.

Mail, si anak Malaysia, kebingungan karena menerima uang begitu banyak. Dikiranya itu uang ringgit Malaysia. Dengan kurs saat ini, MYR 10.000 hampir setara dengan Rp 34 juta...

Namun ibu Mail menjelaskan bahwa itu adalah uang rupiah. Kalau dikonversi ke kurs ringgit saat ini, Rp 10.000 kurang dari MYR 3.

Wow. Bayangkan, Rp 10.000 dihargai tidak sampai MYR 3. Mau ditaruh di mana muka bangsa ini...

Indonesia pernah punya pengalaman buruk kala mengutak-atik harga uang rupiah. Pada masa Orde Lama, pemerintah memotong nilai uang Rp 10.000 dan Rp 5.000 menjadi masing-masing Rp 100 dan Rp 50. Kebijakan ini disebut sanering.

Kala itu sanering terpaksa dilakukan untuk meredam inflasi. Dengan menurunkan nilai uang, tetapi tidak harga barang dan jasa, permintaan diharapkan anjlok dalam waktu singkat sehingga inflasi dapat terpangkas.

Namun hasilnya adalah terjadi gejolak di masyarakat. Daya beli turun drastis dalam waktu singkat, menimbulkan keresahan dan menjadi salah satu tuntutan dalam Tritura.

Redenominasi sangat berbeda. Nominal uang memang dipangkas, tetapi diikuti oleh harga barang dan jasa. Dalam naskah RUU Perubahan Harga Rupiah, pemerintah memberi waktu transisi lima tahun, dalam periode tersebut pelaku usaha wajib menyertakan dua harga yaitu harga lama dan harga baru dengan rupiah yang sudah diredenominasi. Dengan demikian, masyarakat diharapkan akan terbiasa dan setelah lima tahun sudah siap sepenuhnya menggunakan rupiah yang baru.

Bagi yang tidak mencantumkan dua harga, maka siap-siap mendapat sanksi berupa denda maksimal Rp 200.000 dalam nilai rupiah baru atau Rp 200 juta sebelum redenominasi, seperti diatur dalam pasal 14 ayat (1). Jika denda itu tidak dibayar, maka pidana denda bisa diganti dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan, seperti diamanatkan pasal 14 ayat (2).

Jadi, redenominasi tidak akan berdampak terhadap inflasi dan daya beli rakyat. Sebab walau nominal uang berkurang, tetapi harga juga juga demikian. Akhirnya akan terbentuk ekonomi yang lebih sederhana karena nilai rupiah tidak lagi harus diikuti dengan angka nol yang terlalu berderet.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular