
Industri dan Vokasi Bisa 'Nikah Massal', Mungkinkah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Ditjen Pendidikan Vokasi meluncurkan program program upskilling dan reskilling Guru SMK dan bantuan pemerintah bidang kemitraan dan penyelarasan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Program ini diharapkan dapat meselaraskan kebutuhan dunia industri dengan dunia pendidikan sehingga terbentuk struktur baru.
Direktur Kemitraan dan Penyelarasan DUDI Kemendikbud Ahmad Saufi mengatakan sebagai direktorat baru dan khusus menangani vokasi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus digarap salah satunya menyusun standar untuk mempertemukan dunia pendidikan dengan industri. Semua yang dipelajari di SMK oleh para siswa harus sesuai dengan kebutuhan industri.
"Jadi kita harus menggunakan bahasa sederhana, dan menyelaraskan keinginan pengguna (industri)," kata Saufi, Selasa (30/06/2020).
Kemendikbud tengah melakukan upskilling dan reskilling guru SMK dengan menggandeng anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam forum yang bisa memberikan masukan.
"Bagaimana agar kemitraan bisa terjadi dan selaras program kami. Harapannya agar bisa mem-branding keinginan industri agar gampang dicerna SMK dan khususnya pelatihan agar benar-benar sesuai," kata Saufi.
Wakil Ketua Komite Tetap Pelatihan Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Miftahudin mengatakan industri memiliki kekhawatiran akan bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada 2045, dengan kebutuhan lapangan kerja mencapai 50-60 juta.
Untuk itu, penting mempersiapkan industri apa yang bisa menyerap lapangan kerja sebanyak itu. Kekhawatirannya, jika salah penanganan maka bonus demografi akan menciptakan pengangguran baru.
"Bonus demografi ini mungkin sekitar 2030-an, kita harus punya framework bagaimana menyiapkan manusia menjadi seperti apa. Anak-anak muda lulusan SMK harus bisa match dengan industri. Dengan adanya program kemitraan ini, salah satu issue yang bisa diselesaikan bersama untuk menjembatani lulusan SMK di pasar kerja," jelas Miftahudin.
Selain itu laju perubahan masing-masing sektor pun berbeda-beda, sehingga kebutuhan industri satu dan lainnya juga berbeda. Demi mempersiapkan SDM, Kadin dan Apindo mengusulkan penguatan ekosistem. Dengan penguatan ekosistem menurutnya lebih fleksibel dalam merespons perubahan.
"Kalau kita rumuskan terlalu rigid dan adanya ritme yang berbeda maka respon resource berbeda-beda. Tapi salah satu yang kita lihat seragam adalah ekosistem,"ujarnya.
Miftahudin mencontohkan di Singapura ada komite transformasi ekonomi yang bertugas merumuskan masing-masing sektor bertransformasi sektor bisnisnya dan memberikan masukan pada perubahan kurikulum. Dengan begitu transformasi industri bisa menjadi masukan bagi dunia pendidikan.
Dia menyebutkan ada hampir 100 masalah yang ditemukan dalam "menjodohkan" antara SMK dengan industri melalui vokasi. Untuk itu perlu ada ekosistem dengan jalinan kemitraan yang saling menguntungkan.
"Ekosistem dalam bentuk kelembagaan adalah yang menjadi concern, ada sektor yang tidak secepat TIK, tetapi mereka tetap berubah ini bagaimana merespon secara tepat," kata Miftahudin.
Untuk itu dibutuhkan road map transformasi industri, ekosistem untuk merespon perubahan tadi. Dengan program upskilling dan reskiling ini, serta kehadiran Ditjen pendidikan vokasi, pembentukan ekosistem menjadi salah satu fokusnya. Selain itu, adanya forum pengarah vokasi dengan Kadin dan Apindo bisa menjadi motivasi bagi SMK untuk mengenakan kebutuhan industri.
"Kata kunci ekosistem, artinya ada komunitas dan interaksi. Itu kan ada yang simbiosis mutualisme. Jadi ekosistem yang indah adalah forum pengarah vokasi, dengan begitu ada berbagai sudut pandang dan pikiran kita bisa diperkaya," kata Saufi.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ikuti Kelas Offline, Ajang Lulusan Vokasi Menambang Ilmu Baru