
Target Lifting Minyak 1 Juta Barel/Hari di 2030, Realistis?

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan empat strategi yang akan ditempuh untuk mencapai target lifting minyak 1 juta barel tahun 2030. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto berharap agar target ini bisa menjadi visi nasional.
Pertama, mempertahankan tingkat produksi eksisting yang tinggi. Kedua, transformasi sumber daya ke prduksi. Ini dilakukan dengan memberikan insentif Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Sehingga mencapai keekonomian yang wajar, kami terus laksanakan analisis dengan kerja sama dengan pihak ketiga melihat adanya potensi di wilayah kerja di masing-masing KKKS percepat agar potensi ini bisa segera dilaksanakan produksi," ujar Dwi dalam sebuah diskusi virtual, Kamis, (2/7/2020).
Ketiga adalah mempercepat chemical EOR. Dwi berharap Blok Rokan yang studinya sudah dilakukan sejak tahun 2000 harus bisa dieksekusi.
Terakhir, eksplorasi untuk mendapatkan penemuan besar. Ia mengatakan ada 12 potensi yang selama ini terus ditawarkan.
Dari pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan kebijakan pembukaan data. Diharapkan akan memudahkan akses investasi.
"3 Sumatra, 3 Kalimantan, 1 Jawa, 1 Sulawesi, 4 di Indonesia Timur termasuk Papua, dan 2 fokus deep water," kata Dwi.
Seperti diketahui, target lifting minyak tahun depan diproyeksikan akan turun jauh di bawah target APBN tahun 2020 sebesar 755 ribu BOPD menjadi 690 ribu BOPD hingga 710 ribu BOPD. Lalu target produksi tahun ini juga sudah dikoreksi menjadi 705 ribu BOPD.
Sebelumnya, Dwi menyebut teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) belum bisa menjadi harapan untuk meningkatkan produksi minyak tahun depan. Harapan tahun depan adalah potensi-potensi blok yang memiliki potensi yang langsung bisa diproduksi, jika jumlah sumur ditingkatkan.
"Ya (EOR) barangkali masih belum jadi harapan tahun depan," kata Dwi saat ditemui di Gedung DPR RI, beberapa waktu lalu.
Sembilan stimulus
SKK Migas sendiri mengusulkan sembilan stimulus dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan anjloknya harga minyak.
Pertama, penundaan pencadangan biaya ASR.
"Progresnya ada beberapa hal kaitan dengan stimulus yang saya kira yang paling ini adalah mengenai cash flow KKKS. Penundan pencadangan ASR tahun 2020 kita siapkan pembayaran apakah langsung semua ke tahun depan apakah kita distribsikan di tahun-tahun yang akan datang," ujar Dwi.
Kedua, tax holiday untuk pajak penghasilan. Ketiga, pembebasan PPN LNG melalui penerbitan revisi PP 81.
"Ini adalah beberapa stimulus yang kita harapkan, tax holiday untuk pajak penghasilan tingkat keekonomian masing-masing wilayah kerja (WK)," kata Dwi.
Keempat, barang milik negara (BNM) hulu migas tidak dikenakan biaya sewa. Kelima, penghapusan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak sebesar US$ 0,2/MMBTU.
Keenam, pengurangan hingga 100% dari pajak-pajak tidak langsung berupa pengurangan PBB migas dan percepatan reiumbursment PPN, serta pebebasan bea masuk/BM dan pajak dalam rangka impor/PDRI untuk WK Ekploitasi (PP 27 Tahun 2017) dan WK Prosuksi Komersial (Gross Split).
Ketujuh, gas dapat dijual dengan harga diskon untuk volume antara TOP dan DCQ. Kedelapan, dengan pertimbangan keekonomian, memberikan insentif (batas waktu tertentu) seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara, DMO full price.
Terakhir, dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa service, dan lain-lain).
"Terhadap pembebasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas," ujar Dwi.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Maaf, EOR Belum Jadi Harapan Kerek Produksi Minyak RI di 2021