
Harga Sembako Mulai Berangsur Turun, Tanda Apa Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19) telah memicu terjadinya inflasi yang rendah di Tanah Air.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu keempat, Bank Indonesia (BI) memperkirakan bulan Juni malah akan terjadi deflasi. Otoritas moneter Tanah Air tersebut memperkirakan tingkat inflasi bulan Juni berada di angka -0,01% secara month to month (mtm) dan 1,76% secara year on year (yoy).
Penyumbang utama deflasi pada periode laporan antara lain berasal dari komoditas bawang putih sebesar -0,04% (mtm), cabai merah, jeruk dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar -0,03% (mtm), cabai rawit, gula pasir dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,02% (mtm), serta minyak goreng sebesar -0,01% (mtm).
Sementara itu, komoditas utama yang menyumbang inflasi yaitu daging ayam ras sebesar 0,13% (mtm), telur ayam ras sebesar 0,05% (mtm), dan tomat sebesar 0,01% (mtm).
Jika mengacu pada data harga yang dirilis di website Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga bawang putih di pasar tradisional dalam negeri terpantau turun 18,6% pada 1-25 Juni.
Pada periode yang sama harga gula pasir lokal juga sudah turun 8% meski masih berada di atas Rp 15.000 per kg. Harga bawang merah yang nyaris menyentuh Rp 60.000/Kg juga sudah turun 20% lebih.
Sementara itu harga daging ayam ras segar di pasaran pada bulan Juni sempat hampir menyentuh level tertingginya di Rp 39.050/kg. Namun pada 25 Juni 2020, harga daging ayam ras segar sudah turun dan berada di Rp 37.400/Kg.
Meski masih dalam kisaran target yang ditetapkan BI, tingkat inflasi Indonesia sejak 2019 sudah melambat di bawah 3% (yoy). Dengan merebaknya wabah Covid-19 di dalam negeri yang membuat diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah RI, inflasi menjadi semakin rendah.
Bahkan saat bulan puasa Ramadan dan hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada April-Mei, konsumsi pun tak terdongkrak. Inflasi juga tercatat rendah. Rendahnya inflasi di dalam negeri ini dipicu oleh beberapa faktor.
BI memandang kecukupan pasokan pangan, ekspektasi inflasi yang terjaga hingga pendapatan masyarakat yang menurun sehingga daya beli tergerus menjadi pemicu utama rendahnya inflasi.
Saat PSBB diterapkan di sebagian besar wilayah di dalam negeri, berbagai aktivitas harus dilakukan di rumah masing-masing. Pabrik banyak yang tutup atau beroperasi dengan kapasitas yang rendah.
Akibatnya permintaan terhadap tenaga kerja menjadi tidak terlalu banyak dan menurun. Menurut Kamar Dagang Indonesia (Kadin), jumlah karyawan yang dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Tanah Air mencapai 6 juta orang.
Dalam hasil survei terbarunya yang bertajuk Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan 4 dari 10 responden yang disurvei mengaku mengalami penurunan pendapatan karena terdampak Covid-19.
"Tidak sedikit usaha yang gulung tikar, atau melakukan efisiensi biaya produksi dengan mengurangi jumlah karyawan maupun pemotongan gaji karyawan, dan mengambil kebijakan pengurangan shift kerja dan merumahkan sebagian karyawannya. Hal ini tentunya berdampak pada penurunan pendapatan yang dialami oleh para karyawan" tulis laporan tersebut.
Hampir mandeknya aktivitas ekonomi Tanah Air membuat konsumen menjadi pesimis dalam memandang perekonomian, PSBB membuat konsumen lebih fokus pada kebutuhan pokok dan mengesampingkan kebutuhan yang tidak mendesak.
Alhasil penjualan ritel dan barang tahan lama (durable goods) seperti kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat anjlok signifikan. Sehingga wajar saja jika inflasi yang tercatat masih rendah karena daya beli yang terganggu.
Namun yang membahayakan adalah jika serangan wabah Covid-19 yang akut akan membuat rendahnya inflasi menjadi penyakit kronis yang menahun. Inflasi yang terlalu rendah bukanlah hal yang baik untuk perekonomian tentunya seperti halnya inflasi yang terlalu tinggi.
Melihat rendahnya inflasi serta kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25% pada bulan Juni.
Sampai saat ini, wabah Covid-19 belum juga usai baik di dalam maupun secara global. Jumlah kasus di Indonesia bahkan sudah menyalip Singapura. Kini Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di Asia Tenggara dengan rata-rata pertambahan kasus infeksi Covid-19 mencapai lebih dari 1.000/hari.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI Ramal Inflasi Juni Rendah, Daya Beli Memang Lemah...
