Negara Genting Belanja Kementerian Seret, Jokowi Kesal!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 June 2020 10:47
Jokowi Kunjungan ke Jawa Timur. Dok:  Biro Pers Sekretariat Presiden
Foto: Jokowi Kunjungan ke Jawa Timur. Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa menyembunyikan kekecewaan. Dalam sidang kabinet baru-baru ini, eks Gubernur DKI Jakarta itu menumpahkan seluruh uneg-uneg yang mengganjal di hati dan pikirannya.

Salah satu curhat Jokowi adalah soal penyerapan anggaran. Kepala Negara menilai saat ini Indonesia sedang dalam kondisi krisis, tetapi masih ada kementerian/lembaga negara (K/L) yang bersikap biasa saja alias business as usual.

"Saya lihat masih banyak kita ini yang biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa nggak punya perasaan? Suasana ini krisis.

"Saya lihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beredar akan semakin banyak. Jadi belanja negara kementerian tolong dipercepat," tegas Jokowi. Ini diutarakan dalam sidang kabinet paripurna 18 Juni 2020, yang dihadiri para menteri dan pimpinan lembaga negara.

Mengutip data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 per akhir Mei, total belanja negara adalah Rp 843,94 triliun. Jumlah ini adalah 32,29% dari target.

Sementara belanja K/L tercatat Rp 270,57 triliun. Angka ini setara dengan 32,34% dari target.

Sekilas memang terlihat lumayan oke. Namun kalau dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, belanja negara malah mengendur.

Dibandingkan dengan Januari-Mei 2019, realisasi belanja negara turun 1,4%. Sedangkan realisasi belanja K/L turun 6,13%.

apbnKementerian Keuangan

Jadi wajar saja kalau Jokowi kecewa. Sebab saat konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor lemas, belanja pemerintah adalah satu-satunya komponen pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) yang bisa diandalkan. Kalau mesin ini juga mati, maka boleh dibilang sudah tiada ada harapan lagi...

Selain itu, Jokowi juga menyoroti lemahnya penyerapan anggaran stimulus. Realisasinya memang belum menggembirakan.

Di bidang kesehatan, misalnya, pemerintah menganggarkan stimulus Rp 87,55 triliun. Per akhir Mei, realisasinya baru 1,54%.

"Masih terjadi gap antara realisasi keuangan dan fisik, sehingga perlu percepatan proses administrasi penagihan," katanya dalam konferensi pers APBN Kita edisi Juni 2020.

stimulusKementerian Keuangan

Insentif untuk tenaga kesehatan, lanjut Sri Mulyani, masih ada kendala administrasi dan verifikasi yang begitu rigid/kaku. Sementara biaya klaim perawatan pasien terkendala tingkat verifikasi yang belum diproses masih tinggi di tingkat rumah sakit.

Selain aspek kesehatan, pemerintah juga memberi stimulus Rp 203,9 triliun untuk perlindungan sosial. Realisasi per akhir Mei lebih baik yaitu 28,63%.

"Kinerja program Bansos (Bantuan Sosial) cukup optimal. Diskon tarif listrik sudah dilaksanakan. Namun realisasi Kartu Pra-Kerja dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) masih relatif rendah sehingga perlu akselerasi," papar Sri Mulyani.

Kemudian, pemerintah juga memberikan stimulus berupa insentif ke dunia usaha sebesar Rp 120,61 triliun. Penyerapannya juga masih rendah yaitu 6,8%.

"WP (Wajib Pajak) yang eligible untuk mengajukan insentif pajak tidak mengajukan permohonan. Oleh karena itu perlu sosialisasi yang lebih masif," sebut Sri Mulyani.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular